Fnnews.id – Kabar gembira bagi para pekerja di tanah air. Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan terbaru yang mengatur formula kenaikan upah minimum pada Selasa 16 Desember 2025. Melalui aturan baru ini, pemerintah sepakat meningkatkan rentang variabel “Alfa” secara signifikan guna memberikan kenaikan upah yang lebih layak bagi buruh.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengonfirmasi kabar tersebut dan menyatakan bahwa langkah Presiden merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/2023.
Perubahan Formula: Rentang Alfa Melonjak Tajam
Poin paling krusial dalam PP terbaru ini terletak pada penyesuaian formula kenaikan upah. Pemerintah menetapkan rumus baru yang menggabungkan angka inflasi dengan hasil perkalian pertumbuhan ekonomi dan variabel Alfa.
Perbedaan mencolok terlihat pada rentang Alfa yang kini berada di angka 0,5 hingga 0,9 poin. Angka ini naik drastis jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yakni PP Nomor 51 Tahun 2023, yang hanya menetapkan rentang Alfa sebesar 0,1 hingga 0,3 poin.
“Kami berharap kebijakan yang dituangkan dalam PP pengupahan ini menjadi solusi terbaik bagi semua pihak, baik bagi pekerja maupun pengusaha,” ungkap Yassierli dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu 17 Desember 2025.
Tenggat Waktu Penetapan oleh Kepala Daerah
Menyusul terbitnya aturan ini, Menaker mengimbau seluruh Gubernur untuk segera bergerak cepat. Pemerintah pusat memberikan tenggat waktu bagi para kepala daerah untuk menetapkan besaran kenaikan upah minimum di wilayah masing-masing paling lambat tanggal 24 Desember 2025.
Selain menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), Gubernur kini juga memiliki kewajiban untuk menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Kebijakan ini juga membuka ruang bagi penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) serta Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Kepatuhan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Penyusunan PP Pengupahan ini merupakan respons cepat pemerintah terhadap instruksi MK yang meminta pemisahan regulasi ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja. MK memberikan waktu maksimal dua tahun bagi pemerintah dan DPR untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru dengan melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja.