finnews.id – Krisis air Iran kini memasuki fase paling mengkhawatirkan dalam beberapa dekade. Pemerintah memperingatkan bahwa ibu kota Tehran berada di ambang bencana karena cadangan air terus menurun drastis. Situasi ini memicu kepanikan warga, memaksa pemerintah menyusun langkah darurat, dan bahkan menimbulkan wacana ekstrem mengenai kemungkinan evakuasi kota. Krisis air Iran bukan lagi prediksi masa depan, tetapi kenyataan pahit yang dihadapi jutaan warga hari ini.
Kemarau panjang, curah hujan yang hampir tidak ada, serta waduk yang mengering menyebabkan Iran menghadapi ancaman kekurangan air terbesar sepanjang sejarah modernnya. Pemerintah meminta rakyat untuk menghemat konsumsi air agar cadangan yang tersisa tidak habis dalam waktu singkat. Namun, banyak ahli berpendapat bahwa penghematan saja tidak lagi cukup untuk menyelamatkan situasi.
Kondisi Waduk Kritis dan Ancaman Pemadaman Air
Waduk besar seperti Latian dan Karaj berada pada level terendah sejak pertama kali dibangun. Latian kini hanya terisi kurang dari sepuluh persen kapasitas, sementara Karaj dilaporkan tinggal sekitar delapan persen air yang bisa digunakan. Bahkan sebagian dari air yang masih tersisa dikategorikan sebagai dead water, yaitu air yang tidak layak dikonsumsi.
Akibatnya, pemerintah mempertimbangkan langkah keras seperti pemadaman aliran air pada malam hari. Beberapa pejabat menyebut bahwa dalam skenario terburuk, pemadaman bisa mencapai titik nol selama beberapa jam sehari. Warga mulai mencari solusi mandiri, misalnya membeli tangki air dan bergantung pada air kemasan untuk kebutuhan sanitasi.
Wacana Evakuasi: Realita atau Panik yang Berlebihan?
Komentar Presiden Masoud Pezeshkian mengenai kemungkinan evakuasi Tehran memicu kontroversi besar. Banyak pihak menilai ide tersebut tidak realistis karena memindahkan penduduk kota yang berjumlah lebih dari sembilan juta jiwa memerlukan logistik luar biasa besar. Namun, pernyataan itu menunjukkan betapa gentingnya krisis air Iran hingga skenario paling ekstrem pun mulai dipertimbangkan.
Meski beberapa tokoh mengkritiknya, komentar tersebut membuka diskusi besar mengenai kesiapan Iran menghadapi kondisi iklim ekstrem yang semakin sering terjadi.