Dalam satu dekade terakhir, nilai ekspor Indonesia ke Jepang bergerak dalam rentang USD16-25 miliar. Tahun 2022 mencatat lonjakan hingga USD24,85 miliar, kemudian menurun menjadi USD20,78 miliar pada 2023 dan USD20,72 miliar pada 2024. Angka ini menegaskan bahwa Jepang tetap menjadi salah satu pasar terbesar Indonesia, bahkan ketika China dan AS mendominasi perdagangan global.
Namun dengan kondisi ekonomi Jepang yang kini terkontraksi, risiko terhadap kinerja ekspor Indonesia semakin nyata. Pelemahan permintaan domestik Jepang baik karena penurunan konsumsi maupun lonjakan inflasi berpotensi menekan permintaan impor dari Indonesia.
Salah satu sektor yang perlu diwaspadai adalah perikanan, terutama ekspor ikan segar (HS 0302). Berdasarkan data Oktober 2024-Oktober 2025, Jepang masih menjadi pasar penting dengan nilai ekspor sekitar US$7,6 juta, menempatkannya di posisi ke-6 tujuan utama ekspor ikan segar Indonesia setelah China, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan Arab Saudi.
Walaupun nilai ini relatif kecil dibandingkan ekspor total, Jepang memainkan peran sebagai pasar premium dengan standar mutu tinggi. Ketika ekonomi Jepang melemah, terutama di tengah inflasi pangan yang naik tajam dan tekanan daya beli rumah tangga, permintaan terhadap produk ikan segar cenderung sensitif. Importir Jepang biasanya akan mengurangi volume atau melakukan renegosiasi harga ketika konsumsi domestik melemah.
Dengan inflasi makanan Jepang yang melonjak hingga 7,2%, dan harga beras naik 40,2%, rumah tangga Jepang saat ini menghadapi tekanan biaya hidup terbesar dalam satu dekade.
Pukulan tambahan berasal dari sektor akomodasi dan jasa yang turut mengalami inflasi akibat lonjakan turis. Dalam situasi seperti ini, konsumsi produk-produk fresh seafood sulit tumbuh, sehingga permintaan impor dari Indonesia berisiko tertekan.
Samurai Bonds
Gejolak ekonomi Jepang tidak hanya memukul perdagangan, tetapi juga berpotensi memengaruhi kanal pembiayaan Indonesia, khususnya karena pemerintah RI masih aktif menerbitkan Samurai Bonds, yakni surat utang berdenominasi yen yang dijual ke investor Jepang. Instrumen ini selama satu dekade terakhir menjadi salah satu sumber pembiayaan rutin dalam APBN.