Tapi, setelah menyaksikan sendiri, Ira yang bahkan sudah jadi haknya saja tidak diambil bagaimana saya bisa yakin dia mau mengambil yang bukan haknya? Setelah membuktikan sendiri bagaimana cermat dan rapinya dalam merancang sesuatu, bagaimana saya mau percaya dia melakukan sesuatu yang dikatakan melawan aturan dan ketentuan yang ada?
Saya tahu, Ira tegar. Dan tawakal. Ia siap menerima putusan yang diyakini memang sudah ada dalam ketentuanNya. Demikian pula Mas Zaim, dan keluarga Ira lain. Saya dengar sendiri waktu kita melakukan doa bersama, beberapa hari sebelum saat sidang putusan.
Tapi, saya tetap merasa tidak tahu, mengapa ini harus terjadi? Kepada Ira? Ya/ng saya ceritakan ke anak-anak sayagʻ integritasnyi. Kebaikannyi. Keunggulannyi.(*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 22 November 2025: Celana Koteka
Em Ha
Aurat bagi lelaki Papua pegunungan hanya senjatanya saja. Pelurunya bukan. Aurat perempuannya?. Lembahnya saja. Dua gunungnya tidak. Koteka menutup dan membentuk senjata. Ada yang panjang menjulang keatas. Ada yang bengkok serong kiri atau kanan. Bentuk itu mempunyai kedudukan dan nilai tersendiri. Pengguna koteka menampilkan nilai kebersamaan, kebesaran, kebanggaan dan kepemimpinan. Semakin tinggi kedudukannya semakin besar dan panjang kotekanya. Kini diperkirakan hanya 10% warga Papua Pegunungan yang menggunakan koteka. Sisanya menjual koteka untuk wisatawan. Pelancong yang beli koteka untuk apa?. Gaya-gaya atau Wibawa?.
Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
KOTEKA: LEBIH DARI SEKEDAR PENUTUP.. Koteka adalah penutup kemaluan laki-laki Papua yang terbuat dari labu air (gourd) yang dikeringkan dan dibentuk memanjang. Fungsinya bukan sekadar “pakaian”, tetapi simbol identitas, status, dan tradisi. Di banyak daerah Pegunungan Tengah, koteka dipakai sehari-hari, terutama oleh suku Dani, Lani, Yali, dan beberapa sub-suku lainnya. Bentuk koteka berbeda-beda tergantung wilayah. Suku Dani umumnya memakai koteka lurus dan panjang sedang—lebih praktis untuk bertani. Suku Yali terkenal memakai koteka yang sangat panjang dan melengkung, kadang dengan ujung terangkat ke atas. Suku Lani memakai yang lebih pendek dan gemuk. Bentuk ini bukan soal gaya hidup semata, tetapi penanda suku dan fungsi: semakin panjang biasanya dipakai pada upacara, sedangkan yang pendek untuk kerja. Proses pembuatannya cukup teliti. Labu dipetik, bagian dalamnya dibuang, lalu dijemur berhari-hari sampai keras. Setelah itu dipoles dan dihias dengan serat, anyaman, atau bulu kasuari. Koteka tidak diikat di pinggang, tetapi disangga dengan tali yang melilit bahu. Bagi masyarakat Papua, koteka bukan sekadar “busana adat”, tetapi ekspresi budaya yang melekat pada sejarah, tanah, dan martabat mereka. ### Jadi jangan sekedar dilarang..