Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
PERKAWINAN PALING RAME DI LEMBAH BALlEM.. Kisah Obahorok dan Wyn Sargent ini memang seperti percampuran antara antropologi, politik Orde Baru, dan sinetron edisi 1973—lengkap dengan penerjemah yang hilang kontak selama 50 tahun. Ada unsur heroik, ada unsur kocak, dan ada juga yang bikin dahi berkerut. Saya justru kagum pada sosok Theo Kossay. Ia telaten mengumpulkan potongan sejarah yang tercecer, dari enam istri lokal sampai istri bule yang konon belum tentu tidur serumah. Antropologi memang kadang seperti menyusun puzzle yang potongannya disimpan mertua: tidak lengkap, dan sering sengaja disembunyikan. Bagian paling menarik buat saya adalah motif Wyn. Sebagai penganut Quaker, dia benar-benar datang dengan niat damai—bahkan sampai nikah segala. Ini baru namanya pendekatan budaya tingkat dewa. Sayangnya, negara waktu itu masih rajin memberantas koteka tapi lupa menyediakan celana. Ya gagal, lah. Dan misteri terbesar tetap: di mana Anda, Samsuarni Syam? Saksi mata utama, tapi hilang bagai sinyal 2G di pedalaman. Kisah ini menunggu akhir yang lebih rapi. Semoga buku Kossay segera terbit. Dunia antropologi butuh drama berkualitas seperti ini.
Ahmed Nurjubaedi
Pada 1979, almarhum Umar Kayam menulis satu kolom di Tempo perihal Obahorok sang Kepala Suku yang saat itu diundang presiden Soeharto ke Jakarta. Dengan rendah hati sekaligus percaya diri, Obahorok memilih makan talas ( yg kemungkinan besar dibawa dari Lembah Baliem) padahal disewakan kamar di sebuah hotel mewah di Jakarta. Juga menawarkan Lembah Baliem yg luas agar warga Jakarta tak perlu hidup berdesakan di ibukota. Dan Obahorok tetap memakai koteka saat bersua Pak Harto. Mungkin Pak Harto melihat Obahorok ini sosok yang paradoksal dan oksimoron. Beradab sekaligus tidak beradab. Mosok, ketemu presiden cuma pakai lingerie versi laki-laki. Mungkin, ini mungkin lho ya: Pak Harto jadi sering mesem dalam berbagai situasi gara-gara terus ingat Obahorok ini. Mosok…. Hehehe…. Jangan-jangan Bli Leong Putu juga selalu senyum kalau ingat betapa sadis beliau mengece Abah DI: hehehe… Wong diece kok tambah ngasih sepatu lungsuran…. Wehhhh…