finnews.id – Rentetan tembakan artileri berat menghantam area pasukan Penjaga Perdamaian PBB (UNIFIL) di Lebanon, Minggu, 16 November 2025. Mortir mendarat hanya lima meter dari pasukan helm biru UNIFIL.
Akibatnya, pasukan INIFIL terpaksa segera mundur dan berlindung di medan perang. Selanjutnya, perwakilan UNIFIL menghubungi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melalui saluran komunikasi mereka.
“UNIFIL meminta mereka (IDF) untuk berhenti menembak,” jelas UNIFIL dalam siaran pers, dikutip dari news.un.org.
Patroli tersebut berhasil meninggalkan lokasi dengan selamat setengah jam kemudian, ketika tank tersebut mundur ke posisi IDF.
“Untungnya, tidak ada yang terluka,” lanjut pernyataan tersebut.
Ditambahkan pula, serangan itu merupakan pelanggaran serius terhadap Resolusi Dewan Keamanan 1701, yang diadopsi pada tahun 2006 untuk menyelesaikan perang antara Israel dan milisi Hizbullah.
IDF Mengaku Salah Mengidentifikasi Pasukan UNIFIL
Menanggapi pertanyaan dari media lokal, perwakilan IDF dilaporkan mengklaim bahwa serangan itu disebabkan oleh pasukan UNIFIL yang “salah diidentifikasi” karena kondisi cuaca.
IDF mengakubahwa mereka tidak berniat menembaki pasukan penjaga perdamaian.
Ini adalah insiden ketiga dalam tiga bulan terakhir. Pada 2 September, pesawat tanpa awak (drone) IDF menjatuhkan empat granat di dekat pasukan penjaga perdamaian UNIFIL yang sedang membersihkan blokade jalan.
Blokade itu menghalangi akses ke posisi PBB di dekat “Garis Biru”, zona penyangga antara Israel dan Lebanon yang dipatroli oleh UNIFIL.
Pada 26 Oktober, UNIFIL melaporkan bahwa sebuah pesawat tanpa awak (drone) Israel menjatuhkan granat di dekat patroli PBB, diikuti oleh tembakan tank yang diarahkan ke pasukan penjaga perdamaian.
Misi yang Mendekati Akhir Perjalanannya
Insiden ini terjadi di saat yang genting bagi UNIFIL, yang dijadwalkan meninggalkan Lebanon pada akhir tahun 2027, setelah hampir setengah abad berada di sepanjang Garis Biru.
Didirikan pada tahun 1978 oleh Dewan Keamanan untuk mengawasi penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan, misi tersebut – yang saat ini berjumlah 10.500 pasukan penjaga perdamaian – telah muncul sebagai elemen sentral dari stabilitas relatif kawasan tersebut.