“Oh tidak. Belum ada syarat apa pun, apalagi yang mengarah kepada sesuatu yang bersifat subjektif,” ujar Faisal di Polda Metro Jaya, Jumat (14/11).
Ia menjelaskan bahwa dalam konsep restorative justice, pihak terlapor-lah yang seharusnya menawarkan sesuatu dalam upaya damai, bukan sebaliknya.
“Makanya kami ingin tahu dulu apa yang ditawarkan pihak sana untuk berdamai.”
Prinsip Utama: Pengakuan dan Permintaan Maaf
Faisal menambahkan bahwa RJ bukanlah ajang negosiasi materi atau pembelian diri. RJ adalah upaya memulihkan keadaan melalui pengampunan berdasarkan pengakuan pelaku.
“Prinsip RJ itu bukan bicara materi. Ini tentang mengampuni sebuah perbuatan demi hukum, bukan untuk menyangkal perbuatan terlapor,” tegas Faisal.
Karena itu, Erika hanya menginginkan permintaan maaf terbuka serta pengakuan kesalahan dari DJ Panda, termasuk pemulihan hak-hak dirinya sebagai korban.
Mediasi Kedua Tidak Berjalan Optimal
Dalam agenda RJ kedua yang dijadwalkan pada 14 November 2025, DJ Panda hadir bersama kuasa hukumnya.
Namun Erika tidak dapat hadir, membuat proses mediasi tidak berkembang.
Usai pertemuan, DJ Panda yang memiliki nama asli Giovanni Surya Saputra memilih bungkam dan menghindari awak media.
Sementara itu, keputusan final terkait perdamaian masih bergantung pada Erika Carlina setelah mempertimbangkan sikap dan itikad DJ Panda dalam pertemuan selanjutnya.
Meski laporan sudah masuk ke tahap penyidikan, Erika Carlina tetap membuka ruang perdamaian melalui restorative justice.
Namun syaratnya jelas: pengakuan, permintaan maaf tulus, dan niat baik, bukan materi ataupun syarat subjektif.
Publik kini menunggu kelanjutan mediasi berikutnya dan apakah DJ Panda akan memenuhi syarat yang diminta demi mengakhiri polemik hukum yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2025.