finnews.id – Istilah mata ketiga telah lama menjadi bagian dari wacana spiritual dan budaya Nusantara. Banyak yang mengaitkannya dengan kemampuan melihat makhluk halus, intuisi tajam, hingga akses terhadap dimensi lain. Namun, seiring berkembangnya informasi, konsep ini tidak lagi hanya dipandang sebagai fenomena mistis, tetapi juga dikaji dalam bidang psikologi dan sains modern. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mata ketiga?
Apa Itu Mata Ketiga?
Secara umum, mata ketiga merujuk pada pusat intuisi atau “penglihatan batin” yang diyakini berada di tengah dahi, tepat di antara dua alis. Dalam tradisi Hindu dan Buddhisme, mata ketiga dikaitkan dengan Chakra Ajna, salah satu pusat energi tubuh yang menjadi sumber kesadaran lebih tinggi dan kejernihan pikiran.
Dalam konteks psikologis
Mata ketiga dimaknai sebagai kemampuan memahami sesuatu secara lebih dalam.
Seperti insting kuat atau kemampuan membaca situasi dengan tepat.
Dalam sains
Terhubung dengan kelenjar pineal di otak, yang sebenarnya berfungsi mengatur tidur melalui hormon melatonin.
Tidak ada bukti ilmiah bahwa pineal memberikan kemampuan “melihat yang tak kasat mata”.
Dalam budaya Indonesia
Dikaitkan dengan indra keenam, kemampuan melihat makhluk halus, atau kepekaan supranatural.
Di sisi lain, konsep ini juga sering dikaitkan dengan kelenjar pineal, struktur kecil di dalam otak yang mengatur ritme tidur dan produksi melatonin. Meski begitu, keterkaitan kelenjar pineal dengan kemampuan supranatural belum memiliki bukti ilmiah kuat.
Beberapa kemampuan yang sering dikaitkan dengan konsep ini, antara lain:
- Mampu merasakan energi atau kehadiran tak kasatmata
- Memiliki firasat kuat yang akurat
- Mengalami mimpi yang dianggap petunjuk
- Menyaksikan fenomena supranatural
Meski tidak semua orang percaya, konsep ini tetap hidup dalam banyak praktik adat dan ritual lokal.
Perspektif Psikologi
Dalam dunia psikologi modern, mata ketiga dipahami bukan sebagai kemampuan metafisik, tetapi lebih kepada: