Finnews.id – Ahmad al-Sharaa mencatatkan sejarah baru bagi Suriah dengan menjadi presiden pertama yang dijamu di White House (Gedung Putih) sejak negara itu merdeka pada 1946. Langkah ini terbilang tak terduga, mengingat dua dekade lalu al-Sharaa pernah ditahan di fasilitas AS di Irak karena bergabung dengan kelompok militan al-Qaida.
Ini akan menjadi tonggak sejarah baru dalam diplomasi Amerika Serikat (AS) dan Suriah. Pertemuan al-Sharaa dan Presiden AS Donald Trump dijadwalkan hari ini Senin 10 November 2025 di Gedung Putih.
Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengonfirmasi pertemuan ini sebagai bagian dari upaya diplomasi AS untuk mendorong perdamaian global dan mengakui adanya kemajuan signifikan di bawah kepemimpinan baru Suriah pasca lengsernya Bashar al-Assad. Kunjungan ini semakin krusial karena terjadi sehari setelah Departemen Luar Negeri AS mencabut nama Ahmed al-Sharaa dari daftar hitam terorisme.
Tiga Agenda Utama di Meja Diskusi
Pertemuan puncak antara Trump dan al-Sharaa diperkirakan akan berfokus pada tiga isu utama yang sangat menentukan masa depan Suriah dan stabilitas kawasan Timur Tengah:
Pencabutan Sanksi Ekonomi: Presiden al-Sharaa akan mendorong penghapusan penuh sanksi AS yang tersisa, termasuk Undang-Undang Caesar (Caesar Act), yang sangat menghambat upaya rekonstruksi negara tersebut.
Kerja Sama Kontraterorisme: Utusan AS untuk Suriah, Tom Barrack, menyebutkan bahwa al-Sharaa diharapkan menandatangani perjanjian untuk secara resmi bergabung dengan aliansi internasional pimpinan AS dalam memerangi sisa-sisa kelompok Negara Islam (ISIS).
Suriah bahkan dikabarkan berencana membangun pangkalan militer di dekat Damaskus untuk mengoordinasikan bantuan kemanusiaan dan memantau perkembangan regional.
Rekonstruksi Nasional dan Bantuan Finansial: Selain sanksi, Suriah membutuhkan dukungan besar untuk pembangunan kembali setelah 13 tahun perang saudara.
Al-Sharaa telah melakukan pertemuan terpisah dengan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai langkah awal mencari dukungan finansial, di mana Bank Dunia memperkirakan biaya rekonstruksi Suriah mencapai lebih dari 216 miliar Dolar AS.