Keputusan tersebut dilaporkan didasarkan pada strategi pasar yang sangat terperinci. Xiaomi menyadari adanya persaingan internal yang ketat di pasar Indonesia. Xiaomi secara agresif membawa lini produk dari sub-brand seperti Poco dan Redmi ke pasar domestik untuk mengisi segmen harga menengah dan terjangkau. Kehadiran Xiaomi 17 Pro Max dengan harga yang diprediksi akan sangat tinggi dikhawatirkan dapat ‘memakan’ pangsa pasar dari Poco dan Redmi yang selama ini telah sukses besar.
Tantangan Regulasi dan Harga
Selain pertimbangan pasar internal, Xiaomi juga menghadapi tantangan regulasi yang kompleks di Indonesia. Ponsel dengan spesifikasi flagship wajib melewati proses sertifikasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang ketat. Proses ini memerlukan investasi besar untuk komponen lokal dan perakitan, yang mungkin dianggap tidak sepadan jika volume penjualannya (yang terbatas karena harganya mahal) tidak mencapai target.
Dengan hanya fokus di pasar China, Xiaomi dapat memaksimalkan margin keuntungan, menghindari proses regulasi yang panjang di banyak negara, dan menjaga citra brand sebagai produsen teknologi ‘terobosan’ yang hanya tersedia secara terbatas. Oleh sebab itu, seri Pro Max ini disiapkan sebagai ‘etalase teknologi’ Xiaomi di negara asalnya.
Keputusan ini pada akhirnya merugikan konsumen Indonesia. Mereka terpaksa kehilangan kesempatan untuk merasakan terobosan teknologi selangkah lebih maju, yang justru menjadi daya tarik utama dari ponsel flagship sekelas Xiaomi 17 Pro Max.
Dengan demikian, kita hanya bisa berharap Xiaomi mempertimbangkan kembali strategi pasar mereka di masa depan atau menyediakan teknologi tersebut melalui seri yang berbeda di Tanah Air.