Kapan itu saya bertemu Nyoman di Bandung –tempat tinggalnya sekarang. Saya sepakat untuk datang ke rumahnya –tepatnya ke galerinya. Ketika menuju rumahnya itu hujan lebat tak kunjung reda. Jalan pun macet total. Akhirnya waktu pun berlalu.
Masih ada berkah lain: Nyoman memenangkan proyek yang jauh lebih besar: Istana Negara di Ibu kota Nusantara, IKN.
Nyoman, yang saat sakit hanya punya cita-cita tertinggi agar GWK terwujud sebagai karya akhir dalam hidupnya, ternyata bikin sejarah besar yang lain lagi di IKN. Boleh dikata GWK dan Istana Negara adalah Karya Nyoman Nuarta di hidup barunya.
Sebelum Covid yang lalu Pak The sakit. Setelah agak reda ia dibawa ke Singapura. Selama pandemi Covid pun Pak The tinggal di Singapura. Di sana kesehatannya on-off. Tanggal 2 November lalu Pak The meninggal dunia di sana. Di usia 94 tahun.
Pak The bukan pengusaha yang tiba-tiba besar. Usia 12 tahun ia sudah bekerja di tempat kelahirannya: Seorang, Bandung. Jualan kain. Malam hari. Pakai lampu penerangan petromax. Umur 14 tahun ia merantau ke Jakarta: ikut Omnya. Juga jualan kain.
Saya sendiri baru sekali ke GWK –itu pun ketika belum sepenuhnya jadi. Sepanjang kunjungan itu selalu terbayang wajah Pak The di sana. Di patungnya. Terutama di tebing-tebing labirinnya. (Dahlan Iskan)