Home Lifestyle Mengenal Apa Itu Toxic Positivity: Sudah Burnout tapi Pura-pura Semangat
Lifestyle

Mengenal Apa Itu Toxic Positivity: Sudah Burnout tapi Pura-pura Semangat

Bagikan
Toxic Positivity
Toxic Positivity, Image: DALL·E 3
Bagikan

finnews.id – Fenomena toxic positivity sering muncul di lingkungan kerja, terutama di kota besar yang serba cepat. Banyak karyawan merasa lelah dan hampir burnout, namun tetap tersenyum agar terlihat profesional.

Kondisi tersebut muncul karena budaya kerja sering menuntut performa tinggi, bahkan ketika seseorang sedang menghadapi masalah pribadi.

Akhirnya, seseorang memilih untuk menyembunyikan emosinya daripada jujur pada kondisinya sendiri. Karena lingkungan kurang suportif, mereka terpaksa menunjukkan energi positif terus menerus.

Selain itu, tekanan sosial memperparah situasi. Ada anggapan bahwa energi positif wajib muncul setiap saat. Orang merasa salah bila menunjukkan lelah, sedih, atau cemas.

Padahal emosi negatif merupakan bagian alami dari pengalaman manusia. Penyangkalan terhadap emosi hanya memperburuk kondisi mental.

Dengan demikian, mengenali toxic positivity menjadi penting, terutama bagi pekerja urban yang sering berhadapan dengan tuntutan target tanpa henti.

Penyebab Kenapa Fenomena Ini Muncul

Lingkungan kerja mengagungkan produktivitas

Di kantor, produktivitas sering menjadi ukuran nilai seseorang. Karena alasan tersebut, karyawan berusaha tetap terlihat enerjik meskipun sudah hampir burnout.

Ketika seseorang mengungkapkan rasa lelah, respons yang muncul sering berupa kalimat motivasi dangkal. Masyarakat menganggap motivasi tersebut sebagai solusi paling cepat.

Sayangnya, itu justru mengabaikan realitas yang dirasakan.

Budaya positif yang keliru

Beberapa konten self improvement mendorong kamu untuk terus berpikir positif tanpa mempertimbangkan emosi lain.

Konten seperti itu menempatkan seseorang pada ekspektasi tidak manusiawi. Karena itu, banyak orang merasa wajib tersenyum agar terlihat kuat.

Namun, mengabaikan emosi negatif justru merusak mental secara perlahan.

Ketakutan dianggap lemah

Dalam dunia serba kompetitif, mengekspresikan rasa lelah dianggap sebagai tanda kelemahan. Karena itu, banyak orang memilih menyembunyikan emosinya.

Mereka percaya bahwa ekspresi jujur dapat membuat reputasi buruk. Ketakutan tersebut akhirnya menciptakan budaya pura-pura kuat.

Bagikan
Artikel Terkait
Lifestyle

10 Rekomendasi Masker Wajah Alami untuk Atasi Jerawat, Aman dan Mudah Dibuat di Rumah

finnews.id – Masalah jerawat masih menjadi keluhan kulit yang paling banyak dialami...

Lifestyle

Sinopsis Film The SpongeBob Movie: Search for SquarePants, Petualangan Gelap & Kocak Si Spons Kuning Siap Guncang Bioskop

finnews.id – Dunia hiburan kembali dihebohkan dengan rilisnya trailer resmi The SpongeBob Movie:...

Lifestyle

Ramalan Zodiak Hari Ini, 15 November 2025: Perubahan Energi Besar, Kejutan Cinta, dan Peluang Baru

finnews.id – Suasana kosmik pada Sabtu, 15 November 2025, menunjukkan adanya pergerakan...

LifestyleViral

Mbah Nikahi Daun Muda, Netizen Justru Dukung

finnews.id – Pengguna media sosial kembali dihebohkan dengan pernikahan beda usia di...