Mengkritik di Depan Umum
Memberikan kritik secara terbuka sering dianggap efisien, tetapi jika dilakukan dengan nada mempermalukan, hasilnya justru berlawanan. Kritik yang memojokkan membuat orang merasa kecil dan tidak berdaya. Kondisi seperti ini menciptakan atmosfer kerja yang penuh tekanan.
Pemimpin atau rekan yang ingin menegur sebaiknya berbicara empat mata. Cara itu menjaga harga diri dan memberi ruang bagi diskusi yang membangun. Dengan pendekatan empatik, kritik berubah menjadi peluang untuk belajar, bukan senjata untuk menjatuhkan.
Menyebarkan Gosip dan Opini Negatif
Banyak orang beralasan mereka hanya ingin berbagi informasi, padahal gosip bisa merusak reputasi seseorang. Ketika kabar palsu beredar, rasa percaya dalam tim langsung hilang. Lingkungan kerja pun berubah menjadi arena penuh kecurigaan.
Korban gosip biasanya merasa tidak aman dan mulai menjaga jarak dari rekan-rekannya. Akibatnya, kerja sama menurun dan produktivitas terganggu. Lingkungan yang seharusnya mendukung malah berubah menjadi tempat yang penuh tekanan emosional.
Mengambil Kredit atas Hasil Kerja Orang Lain
Perilaku ini sering terjadi dalam proyek besar. Seseorang mengklaim ide atau hasil kerja rekan lain untuk membangun citra diri. Aksi semacam itu mencerminkan kurangnya integritas dan kejujuran profesional.
Korban merasa kecewa dan kehilangan motivasi untuk berkontribusi. Ketika penghargaan tidak lagi berpihak pada kerja keras, rasa percaya antaranggota tim ikut hancur. Perusahaan pun kehilangan potensi terbaiknya karena talenta enggan berkembang.
Memberi Tugas yang Tidak Masuk Akal
Beberapa atasan menggunakan beban kerja berlebih untuk menguji kemampuan bawahannya. Padahal, tindakan itu justru menekan dan mempermalukan. Beban kerja yang tidak seimbang membuat seseorang kelelahan dan merasa gagal.
Lingkungan kerja seharusnya mendukung pertumbuhan, bukan menjerumuskan. Atasan perlu menilai kemampuan dengan adil dan menyesuaikan tanggung jawab agar karyawan tetap berkembang tanpa merasa ditekan.