Selain tali pusar melilit leher, tanda-tanda kelahiran lain seperti lahir saat hujan lebat, malam Selasa Kliwon, atau bersamaan dengan kematian seseorang dalam keluarga juga memiliki makna khusus dalam primbon Jawa.
Semua ini dianggap sebagai petunjuk dari alam atau “kodhe alam”, yang menunjukkan bahwa anak tersebut tidak lahir sembarangan.
Keluarga yang percaya biasanya akan memanggil dukun bayi atau sesepuh desa untuk “membaca tanda-tanda” dan menentukan apakah bayi perlu diruwat (disucikan) atau diberikan nama tertentu yang dipercaya dapat menangkal energi buruk.
Hal ini dilakukan untuk menghindari malapetaka yang bisa menimpa sang anak atau keluarganya.
Ilmu Modern vs Kepercayaan Leluhur
Dari sisi medis, tali pusar yang melilit leher adalah kondisi yang cukup umum dan biasanya tidak berbahaya jika ditangani dengan cepat. Namun, dalam masyarakat yang masih memegang kuat tradisi dan mitos, penjelasan medis seringkali berjalan berdampingan dengan keyakinan spiritual.
Menariknya, beberapa psikolog dan peneliti budaya menganggap bahwa kepercayaan seperti ini bisa menjadi bentuk simbolik dari trauma keluarga, ketakutan kolektif, atau cara tradisional dalam memahami kehidupan.
Sementara itu, bagi banyak orang Jawa, primbon tetap menjadi panduan hidup yang kaya makna, penuh simbol, dan tak lekang oleh zaman.
Apakah bayi dengan tali pusar melilit leher adalah reinkarnasi, tumbal, atau anak indigo? Semua kembali pada sudut pandang dan keyakinan masing-masing.
Dalam tradisi Jawa, segala sesuatu dianggap memiliki makna, bahkan hal kecil seperti posisi lahir atau bentuk tali pusar bisa menjadi pesan dari semesta.
Terlepas dari benar atau tidaknya mitos tersebut, kisah ini mengajarkan kita bahwa budaya dan kepercayaan lokal adalah bagian dari identitas yang tak ternilai.
Menjaga dan memahaminya bukan soal percaya atau tidak, tapi soal menghargai warisan leluhur yang kaya simbol dan makna.