Home News Skandal Satelit Kemhan: Kuasa Hukum Sebut Laksda (Purn) Leonardi Jadi Tumbal Korupsi Slot Orbit
News

Skandal Satelit Kemhan: Kuasa Hukum Sebut Laksda (Purn) Leonardi Jadi Tumbal Korupsi Slot Orbit

Bagikan
Skandal Satelit Kemhan: Kuasa Hukum Sebut Laksda (Purn) Leonardi Jadi Tumbal Korupsi Slot Orbit
Kuasa hukum Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Leonardi dari Kantor Hukum Lazzaro Law Firm, Rinto Maha SH, MH bersama Laksamana Muda TNI Purn Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H.-Istimewa.
Bagikan

Pihak Leonardi juga mempertanyakan absennya Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dalam proyek ini.

“Yang berwenang membentuk PPHP adalah Menhan, tetapi justru Ketua Tim Penyelamatan Satelit mengambil alih dan memerintahkan pejabat lain untuk menandatangani Certificate of Performance (CoP),” kata Rinto.

Hal tersebut, menurutnya, membuat tanggung jawab seolah-olah dibebankan pada Leonardi yang tidak memiliki kendali penuh dalam proyek.

Tuduhan Bergeser dan Penetapan Tersangka Dinilai Janggal

Kuasa hukum lainnya, Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, juga menyebut bahwa Leonardi tengah dijadikan “tumbal” dalam skandal ini. Ia menyinggung soal gugatan Navayo di Pengadilan Internasional yang turut mempengaruhi dinamika penyelidikan.

“Kalau kita bicara penyalahgunaan wewenang, maka semestinya tanggung jawab ada pada Menhan dan Ketua Tim Penyelamatan Satelit, bukan pada PPK,” tegas Surya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka, diantaranya Laksda (Purn) TNI Leonardi, CEO Navayo International AG Gabor Kuti, dan perantara proyek Anthony Thomas Van Der Hayden.

Gabor Kuti saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah mangkir dari panggilan pemeriksaan sebanyak lima kali. Hal ini dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna.

“Sudah dipanggil sebagai saksi tiga kali dan tersangka dua kali, tapi tidak pernah hadir,” ujar Anang.

Dugaan Pengadaan Tanpa Prosedur

Leonardi disebut menandatangani kontrak dengan Gabor Kuti pada 1 Juli 2016 terkait pengadaan terminal pengguna dan peralatan senilai USD 34,19 juta, yang kemudian direvisi menjadi USD 29,9 juta.

Proses penunjukan PT Navayo dinilai tanpa melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai aturan.

Navayo diketahui sebagai pihak yang direkomendasikan oleh perantara ATV. Empat sertifikat CoP yang diajukan Navayo diduga disusun tanpa verifikasi barang oleh pihak Kemenhan.

Akibatnya, berdasarkan keputusan final arbitrase di Singapura, Kemhan diwajibkan membayar USD 20,8 juta.

Meski demikian, tim hukum Leonardi menyatakan kliennya tetap mendukung proses hukum yang dijalankan Kejagung.

Bagikan
Artikel Terkait
LifestyleNews

Dr Ryu Hasan Spesialis Saraf Ukur IQ Masyarakat Indonesia Mendekati Gorila

Perubahan sistem pendidikan, akses gizi, pengaruh teknologi, hingga perubahan pola hidup menjadi...

Penampakan awan panas Gunung Semeru
News

Gunung Semeru Erupsi Lagi, Penampakan Awan Panas yang Meluncur Dahsyat

Tidak beraktivitas di sektor Besuk Kobokan sejauh 8 km dari puncak. Menjauhi...

Hukum & KriminalNews

Anggota Polda NTT Penganiaya Siswa Sekolah Polisi Resmi Dipecat

finnews.id – Brigadir Polisi Dua (Bripda) Torino Tobo Dara, anggota Direktorat Samapta...

DI COP30 Brasil, Pertamina Paparkan Upaya Pelestarian Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati Nusantara
News

DI COP30 Brasil, Pertamina Paparkan Upaya Pelestarian Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati Nusantara

Luas total penanaman pohon untuk memenuhi kewajiban berdasarkan PPKH Pertamina Group mencapai...