finnews.id – Kalau berbicara tentang kuliner khas Bantul, nama sate klathak mungkin langsung terlintas di pikiran. Namun, siapa sangka ada satu kudapan tradisional yang tak kalah unik, yaitu kue kontol kejepit atau kue adrem. Jajanan ini biasanya jadi teman setia minum teh atau kopi panas di pagi dan sore hari.
Sayangnya, keberadaan kue kontol kejepit kini semakin sulit ditemukan. Meski begitu, bagi yang ingin mencicipinya, jajanan ini masih bisa dijumpai di pasar tradisional atau dalam acara tahunan khas Bantul, seperti Pasar Kangen.
Asal Usul Nama yang Nyeleneh
Banyak yang penasaran, kenapa kue adrem punya nama lain yang terdengar nyeleneh yaitu kontol kejepit? Hingga kini, tidak ada catatan pasti mengenai asal-usul penamaannya.
Dikutip dari catatan detikJateng, seorang penjual kue adrem di Pasar Niten, Mardinem, pernah menjelaskan nama itu muncul dari teknik memasaknya. Saat adonan digoreng, kue yang mengembang akan diangkat menggunakan sumpit. Proses pencepitan itulah yang membuat jajanan ini disebut sebagai kontol kejepit, atau disingkat tolpit. Jadi bukan karena bentuknya, melainkan karena cara menggorengnya yang unik.
“Mungkin itu karena seperti dijepit itu mas, dijepit pakai sumpit tiga buah, lalu diangkat. Nah, kalau sudah dicur (adonan dituang ke dalam penggorengan) mlembung terus dijepit. Karena itulah namanya tolpit, jadi tidak karena itu (bentuknya menyerupai alat vital),” kata Mardinem.
Pedagang lain, Kisminah, juga menambahkan di masa lalu, bentuk kue ini sengaja dibuat berbeda agar lebih menarik dibandingkan kue apem. Caranya dengan dijepit ketika digoreng, sehingga muncul bentuk khas seperti kuncup bunga dengan tiga bekas jepitan.
Kini, nama kue adrem lebih populer digunakan karena dianggap lebih sopan, meski masyarakat Bantul tetap mengenal sebutan tradisionalnya.
Filosofi di Balik Kue Adrem
Masih dikutip dari laman Portal Pemda DIY, kue adrem atau kontol kejepit sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia dalam Domain Ketrampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional yang diresmikan oleh Kementerian Kebudayaan RI pada Apresiasi Warisan Budaya Indonesia (AWBI) 2024.