Catatan Dahlan Iskan

Hasil Demo

Bagikan
Dying to Survive
Dying to Survive
Bagikan

Padahal Wen Muye (文牧野) baru kali pertama menyutradarai film cerita. Namanya langsung meroket.

“Apakah masih ada bioskop yang memutarnya? Saya mau menontonnya,” tanya saya kepada petugas hotel

“Tidak diputar lagi. Tapi Anda bisa nonton di TV Anda di kamar,” katanya. Saya pun minta tolong: agar sang petugas membantu saya mencarikan film tersebut. Rupanya ada semacam ”Netflix” milik Tiongkok yang memutar film-film setempat.

Musik pembuka film itu sangat akrab di telinga saya: musik India. Lagunya pun lagu India. Awal menonton film ini seperti akan menonton film India.

Saya pun bertanya, dalam hati: bagaimana sutradara Wen bisa meloloskan filmmya dari lembaga sensor di sebuah negara komunis.

Ternyata Wen sangat bijaksana. Ketika mengajukan izin, ia menekankan akan membuat cerita yang menonjolkan sisi kemanusiaan. Bukan film yang terkesan melawan pemerintah.

Kepintaran lainnya: ia tidak mau memproduksi sendiri. Ia bekerja sama dengan perusahaan film terbesar di Tiongkok. Menjadi film produksi bersama. Ia tahu produsen terbesar itu lebih tahu lika-liku mengurus perizinan.

Kini obat-obat kanker mahal seperti Imatinib (Gleevec) dari Novartis, Herceptin, Rituximab dari Roche, dan obat kanker dari AstraZeneca bisa masuk daftar di BPJS Tiongkok.

Tidak ada lagi beda kelas beda obat, beda nasib beda dokter.(Dahlan Iskan)

 

Bagikan
Artikel Terkait
Catatan Dahlan Iskan

Kembar Resmi

Rupanya kubu Sultan khawatir: kalau lewat muktamar yang dipercepat Gus Yahya tetap...

KH Zulfa Mustofa
Catatan Dahlan Iskan

Ujung Zulfa

Kiai Zulfa juga terus menyuarakan moderasi. Dalam hal ini ia mirip dengan...

Catatan Dahlan Iskan

Natal Papua  

Taman Imbi sendiri punya nama resmi: Taman Yos Sudarso. Ada patung besarnya...

Catatan Dahlan Iskan

Negara Ro-ro

Takut kalau di-Lino-kan. (Dahlan Iskan)