finnews.id – Aksi demonstrasi bertajuk “Revolusi Rakyat Indonesia” yang digelar di depan Gedung DPR RI pada Senin, 25 Agustus 2025, menjadi perhatian publik. Ribuan massa turun ke jalan menyuarakan kekecewaan terhadap kinerja parlemen, namun jalannya aksi menuai sorotan lantaran dianggap kurang terkoordinasi.
Pengamat Nilai Aksi Minim Persiapan
Pengamat Politik dari Mimbar Peradaban Indonesia, Andi Muslimin, menilai aksi tersebut berlangsung tanpa arah yang jelas. Ia menyoroti lemahnya struktur dan manajemen aksi, terlihat dari tidak adanya perangkat standar demonstrasi seperti mobil komando, sound system, maupun pengeras suara.
“Kalau kita lihat, demonstrasi yang tanpa mobil komando, tanpa sound system, bahkan sampai minta pengeras suara ke aparat, mungkin saja ini minimnya persiapan dan koordinasi,” kata Andi kepada wartawan.
Menurutnya, absennya perangkat tersebut membuat pesan-pesan yang ingin disuarakan massa tidak tersampaikan secara maksimal. Akibatnya, isu yang sebenarnya ingin diangkat menjadi kabur dan tidak fokus.
Dampak Politik Jadi Lemah
Andi juga menekankan bahwa lemahnya koordinasi membuat dampak politik dari aksi ini tidak signifikan. Meskipun ribuan massa hadir, pemerintah maupun DPR tidak merasakan tekanan yang kuat karena tidak ada struktur yang solid.
“Efek politiknya jadi kurang kuat, karena lawan—dalam hal ini DPR atau pemerintah—tidak merasa ada tekanan yang solid,” ujarnya.
Fenomena Anak STM Ikut Turun ke Jalan
Salah satu hal yang menarik perhatian publik adalah keterlibatan pelajar STM dalam aksi tersebut. Fenomena ini bukan yang pertama kali terjadi, sebab dalam beberapa tahun terakhir pelajar STM kerap ikut turun ke jalan dalam berbagai demonstrasi.
Andi menilai fenomena ini memiliki dua sisi. Dari sisi positif, keikutsertaan pelajar menunjukkan bahwa kesadaran politik generasi muda semakin tumbuh. “Positifnya itu menandakan ada kesadaran dan keberanian anak muda terlibat dalam isu sosial-politik. Energi mereka besar, militansinya tinggi,” jelasnya.