Tentu itu hanya spekulasi. Saya tidak ahli baju. Saya hanya mengiyakan. Apalagi spekulasinyi itu masuk akal.
Desain itu mengombinasikan pakaian nasional dan adat. Bukan sepenuhnya adat. Lihatlah: Presiden pakai kopiah hitam. Bukan penutup kepala adat.
Kebetulan pakaian adat yang dikenakan Presiden berupa pakaian Demang Betawi. Tidak terasa terlalu adat. Ada bau Melayunya.
Sehari sebelumnya saya sudah bertemu Mbak Titiek. Dua kilas. Yakni saat menyambut beliau turun dari mobil. Lalu saat beliau melintas di meja tempat saya duduk bersama mantan Menko Polhukam Djoko Suyanto dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. Yakni di acara peluncuran buku “Satu Langkah di Belakang Mbak Tutut” di Balai Sudirman Jakarta.
Tentu kami juga menunggu: acara apa yang diselenggarakan seusai pengibaran bendera. Akan tetap adakah pesta rakyat seperti yang sangat disukai selama masa jabatan Presiden Jokowi?
Ternyata ada. Berlanjut. Diteruskan. Dengan pengurangan dan penambahan. Yang dikurangi dangdut-nya. Yang ditambahkan: penampilan silat. Termasuk menampilkan bintang film action yang ternyata memang jago silat.
Prabowo memang pembina silat nasional. Sudah puluhan tahun. Silat adalah seni bela diri asli Indonesia. Baru kini bisa tampil di puncak acara negara.
Yang nobar di sebelah saya orang yang bisa taichi dan wushu. Dia terlihat menyaksikan dengan saksama penampilan atraksi silat itu. “Ternyata silat juga bisa pakai tongkat ya,” katanyi membandingkan dengan wushu.
Yang sama dengan zaman Jokowi adalah kepekaan terhadap seni apa yang lagi super viral. Dulu ada penyanyi Farel “Ojo dibandingke” Prayogo. Lalu ada penyanyi wanita tuna netra yang sempat sampai American Idol: Putri Ariani.
Tahun ini yang lagi super viral adalah tari dayung Pacu Jalur. Dari Riau. Sampai mendunia. Maka didatangkan ke Istana Negara. Pacu Jalur ditampilkan dengan koreografi air dan perahu.
Puncak pesta di Istana itu Anda sudah tahu, lagu dari NTT: Tabola Bale. Lagu Timor. Lagu ritmis. Biasa untuk pesta rakyat di sana. Aslinya memang ditampilkan secara masal.