finnews.id – Pemerintah dalam negeri Gaza meminta agar penghentian bantuan kemanusiaan lewat udara segera dilakukan, karena dinilai memperparah situasi kemanusiaan di wilayah tersebut dan bahkan menelan korban jiwa.
“Menerjunkan bantuan kemanusiaan menyebabkan peningkatan korban jiwa di kalangan masyarakat akibat berdesak-desakan saat saling berebut bantuan. Di beberapa kasus, bahkan ada korban tewas,” bunyi pernyataan resmi Kementerian Dalam Negeri Gaza yang dirilis pada Rabu 8 Agustus 2025.
Bantuan yang dijatuhkan dari udara juga kerap menimbulkan kerusakan serta membahayakan warga sipil.
“Terlebih, kontainer bantuan yang diterjunkan kerap mendarat di bangunan tempat tinggal dan tenda pengungsian sehingga menimbulkan korban jiwa di kalangan wanita dan anak-anak,” lanjut pernyataan tersebut.
Dalam kondisi darurat pangan yang tengah melanda Gaza, pengiriman bantuan via udara justru menyebabkan kepanikan dan menambah daftar korban, ungkap kementerian itu.
Mereka menegaskan, “Satu-satunya cara untuk menghentikan krisis kemanusiaan ini adalah dengan membuka semua titik perbatasan darat demi memastikan bantuan kemanusiaan dan pangan (melalui darat) mengalir tanpa halangan.”
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 23 Juli menyampaikan laporan mengkhawatirkan tentang meningkatnya jumlah kematian akibat kelaparan di Gaza. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut bahwa 10 persen warga Gaza mengalami malanutrisi akut, dan lebih dari 20 persen perempuan hamil serta menyusui yang diperiksa juga mengalami malanutrisi parah.
Tedros memperingatkan bahwa situasi ini memburuk karena terbatasnya akses dan penghentian distribusi bantuan.
Beberapa hari setelahnya, tepatnya pada 26 Juli, otoritas Israel memberikan izin kembali untuk menjatuhkan bantuan kemanusiaan dari udara, yang dilakukan oleh negara-negara asing.
Pengiriman bantuan tersebut dikelola oleh “Yayasan Kemanusiaan Gaza” (GHF), organisasi yang didukung oleh Amerika Serikat dan beroperasi di bagian selatan Jalur Gaza.