Ke depan, pengelompokan kripto sebagai instrumen finansial akan membuka peluang bagi pengenaan jenis pajak baru, khususnya yang berlaku dalam sektor jasa keuangan. Ini bisa mencakup perpajakan atas aktivitas investasi kripto terstruktur, pengelolaan portofolio berbasis aset digital, dan layanan keuangan lainnya seperti derivatif kripto.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/7), menegaskan pergeseran ini. “Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari komoditas, kemudian ketika dia beralih kepada instrumen keuangan, maka aturannya harus disesuaikan,” kata Bimo.
Tokocrypto meyakini, pembaruan skema pajak ini akan membawa manfaat strategis, termasuk peningkatan minat investor ritel dan institusional serta bertambahnya volume perdagangan aset kripto. Namun, Calvin memberikan catatan penting: “Kami sudah menyampaikan masukan kepada pihak Kemenkeu agar pengenaan pajak atas transaksi kripto dapat disejajarkan dengan skema perpajakan di pasar modal.”
Ia berharap, jika transaksi saham dikenakan pajak final yang lebih ringan, maka idealnya kripto pun diperlakukan serupa. Hal ini, menurutnya, penting untuk menjaga daya saing industri kripto nasional di tengah kompetisi global, serta menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mendorong pertumbuhan ekosistem aset digital secara berkelanjutan di Indonesia.