“Tidak masuk akal ketika memang dari internal LPEI tidak bermain juga dalam kasus pemberian fasilitas pembiayaan ini,” terang Nailul.
Kerugian ini membuat pemerintah harus mengeluarkan uang untuk menutupi defisit LPEI.
Padahal seharusnya masyarakat bisa mendapatkan biaya tersebut jika tidak terjadi korupsi.
“Dengan Rp11,7 triliun, berapa banyak infrastruktur yang bisa dibangun? Berapa banyak program pendidikan atau kesehatan yang bisa dibiayai? Berapa banyak UMKM yang bisa diberdayakan?” pungkas Nailul.
Janji-Janji Manis LPEI
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Divisi Sekretariat Lembaga dan Hubungan Kelembagaan LPEI, Dyza Rochadi, menegaskan pihaknya berupaya menjalankan proses hukum.
LPEI, kata Rochadi, berkomitmen dalam penegakan hukum dengan bersikap kooperatif dan transparan.
LPEI juga telah melaksanakan berbagai langkah strategis dan transformasi kelembagaan dalam lima tahun terakhir.
Tujuannya untuk penguatan aspek manajemen risiko, tata kelola, dan pengawasan internal yang lebih ketat.
“Upaya ini dilakukan dengan memperbaiki proses, sistem, dan menyempurnakan kebijakan yang ada. Selain itu, kami juga memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku,” jelas Rochadi.
LPEI, lanjutnya, senantiasa menjunjung tinggi tata kelola Lembaga yang baik. Selain itu berintegritas dalam menjalankan mandatnya mendukung ekspor nasional berkelanjutan.
Meski begitu, waktu yang akan membuktikan. Apakah janji-janji manis tersebut benar-benar akan direalisasikan atau tidak.
Mimpi Ekspor Indonesia Tergadai
Kerugian negara sebesar Rp11,7 triliun dari kasus korupsi LPEI adalah pukulan telak bagi ekonomi Indonesia. Mimpi jadi negara eksportir besar tergadai di tangan koruptor.
Dana sebesar itu, yang seharusnya menjadi modal vital untuk memacu pertumbuhan ekspor, menguap begitu saja.
Kasus korupsi di LPEI ini adalah sinyal negatif kepada investor. Baik domestik maupun internasional.
Tentu akan muncul keraguan terhadap tata kelola, integritas dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Iklim bisnis yang sehat butuh kepastian hukum dan transparansi. Bukan manipulasi. Bukan pula arogansi.