Menurutnya, hal itu bentuk dukungan OJK kepada KPK untuk mengusut tuntas kasus ini.
Budi memastikan penyidikan perkara LPEI masih terus berjalan. KPK akan terus berkoordinasi dengan OJK. Terutama terkait tiga perusahaan baru yang terindikasi fraud.
Penyitaan sejumlah aset juga telah dilakukan KPK. Ini sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara.
Pada 9 Januari 2025, penyidik menggeledah rumah mantan Direktur Perusahaan BUMN di Jakarta. Aset yang disita adalah:
- 3 unit sepeda motor Vespa Piaggio senilai Rp1,5 miliar
- 1 unit mobil Wuling senilai Rp350 juta
Selanjutnya, pada 24 Maret 2025, KPK mengumumkan penyitaan 24 aset senilai Rp 882 miliar. Semua atas nama perusahaan yang terafiliasi dengan tersangka.
Termasuk 22 aset di Jabodetabek. Dua aset lainnya di Surabaya. Penilaian aset ini dilakukan berdasarkan Zona Nilai Tanah (ZNT).
Audit yang Menampar Wajah Pengawasan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis hasil audit yang sangat mencengangkan.
Terungkap adanya kerugian negara akibat penyaluran fasilitas pembiayaan LPEI yang tidak sesuai ketentuan.
Angka kerugian yang diungkap BPK adalah Rp1,13 triliun untuk tiga perusahaan: PT DBM, PT IGP, dan PT CORII.
Ini tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024. BPK menemukan serangkaian permasalahan fundamental dalam pemberian pembiayaan:
• Tidak menerapkan prinsip kehati-hatian
• Perluasan usaha tidak sesuai perjanjian kredit
• Skema restrukturisasi tidak berjalan sesuai perjanjian
• Pemberian pembiayaan belum mempertimbangkan kinerja keuangan, proyeksi yang wajar, dan kemampuan keuangan guarantor
Dari temuan ini, BPK merekomendasikan Direktur Eksekutif LPEI melakukan optimalisasi recovery potensi kerugian minimal senilai outstanding Rp1,13 triliun.
Rp11,7 Triliun Dana APBN Menguap
LPEI disorot karena memberikan fasilitas kredit kepada perusahaan yang telah merugikan negara.
Secara keseluruhan, negara menelan kerugian besar atas kasus ini. Perkiraan dana APBN yang menguap hingga Rp11,7 triliun.