finnews.id – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI kembali menggulirkan wacana agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD, bukan lagi lewat pilkada langsung. Usulan ini muncul sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu lokal.
Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, menegaskan bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui DPRD justru sesuai dengan semangat demokrasi dalam UUD 1945.
“Kalau nanti ada pembicaraan revisi Undang-Undang Pemilu, PKB akan mengusulkan kepala daerah dipilih anggota DPRD. Itu lebih bagus,” kata Jazilul dalam diskusi bertajuk Proyeksi Desain Pemilu Pascaputusan MK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (4/7/2025).
Menurut Jazilul, Pasal 22 UUD 1945 hanya mengatur pemilu secara demokratis, tanpa mematok harus langsung oleh rakyat. Dengan penetapan pilkada oleh DPRD, ia menilai pemilu akan lebih ringkas, hemat, dan meminimalisir kelelahan penyelenggara.
“MK sendiri bilang alasan desain pemilu pusat-daerah dipisah itu karena kelelahan, tidak fokus. Nah kalau begitu, pilkadanya lewat DPRD malah lebih hemat lagi, lebih sederhana,” ujarnya.
Senada, anggota Komisi II DPR RI dari PKB, Muhammad Khozin, menambahkan bahwa usulan ini didasari filosofi otonomi daerah. Menurutnya, DPRD tingkat kabupaten/kota adalah representasi rakyat yang paling tepat untuk memilih bupati atau wali kota.
“Dalam prinsip desentralisasi, tugas dan kewenangan itu memang lebih pas di tingkat kabupaten. Sementara gubernur itu sifatnya lebih ke dekonsentrasi, karena mewakili pemerintah pusat di daerah,” jelas Khozin.
Khozin juga menilai pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan 135/PUU-XXII/2024 soal penyederhanaan pemilu sejalan dengan usulan PKB ini.
“Kalau bicara kerumitan, mana lebih rumit? Dipilih langsung oleh rakyat atau lewat DPRD? Saya kira justru lebih simpel lewat DPRD,” tegasnya.
Diskusi tersebut juga dihadiri oleh Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, serta peneliti politik BRIN Siti Zuhro, yang turut menyoroti tantangan teknis dan politik jika usulan ini benar-benar diwujudkan.