finnews.id – Pelanggaran truk Over Dimension Over Loading (ODOL) masih jadi momok serius di jalan tol. Hutama Karya bersama Dinas Perhubungan (Dishub) tak tinggal diam. Mereka bergerak cepat, menindak tegas puluhan kendaraan pelanggar demi keselamatan pengguna jalan.
Aksi tegas dilakukan PT Hutama Karya (Persero) bersama Dinas Perhubungan dalam memberantas praktik Over Dimension Over Loading (ODOL). Dalam operasi gabungan yang digelar selama 17–25 Juni 2025 di lima ruas tol, sebanyak 75 kendaraan ODOL berhasil ditindak dari total 165 kendaraan yang diperiksa.
Operasi ini menyasar lima ruas tol strategis, yakni Tol Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (Terpeka), Tol Palembang–Indralaya (Palindra), Tol Indralaya–Prabumulih (Indraprabu), Tol Indrapura–Kisaran (Inkis), serta Tol Jakarta Outer Ring Road Seksi S (JORR-S) dan Tol Akses Tanjung Priok (ATP). Langkah ini merupakan bagian dari kampanye nasional Keselamatan Jalan untuk Indonesia yang digagas Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Menurut data Kemenhub yang dikutip dari Kompas.com (15/6/2025), 30–40 persen kecelakaan lalu lintas di Indonesia melibatkan kendaraan berat, dan lebih dari 200 kecelakaan sepanjang 2023 disebabkan oleh truk ODOL.
“Operasi ini bukan cuma soal penegakan hukum. Ini bentuk nyata perlindungan terhadap nyawa pengguna jalan,” ujar Adjib Al Hakim, EVP Sekretaris Perusahaan Hutama Karya. Ia menambahkan, kendaraan ODOL tidak hanya mengancam keselamatan, tapi juga mempercepat kerusakan infrastruktur jalan tol.
Dari hasil penindakan, pelanggaran terbanyak terjadi di Tol Terpeka dengan 48 dari 111 kendaraan dinyatakan ODOL. Disusul Tol Palindra (12 dari 16), Indraprabu (9 dari 15), Inkis (13 dari 20), JORR-S (10 dari 15), dan ATP (20 dari 51).
“Contohnya, ada truk yang seharusnya hanya mengangkut 26 ton, tapi ternyata mengangkut hampir dua kali lipat. Ini meninggalkan kerusakan permanen pada permukaan jalan, yang dalam istilah teknis disebut ‘rutting’,” kata Adjib.
Untuk pelanggar di Tol Palindra dan Indraprabu, pengemudi bahkan diminta langsung menghubungi pemilik kendaraan. “Kami ingin pesan ini sampai ke pengambil keputusan, bukan cuma sopir di lapangan,” tambahnya.
Tak hanya mengandalkan operasi manual, Hutama Karya juga mengoptimalkan teknologi Weigh-in-Motion (WIM). Sistem ini dipasang di titik strategis dan bisa mendeteksi dimensi serta berat kendaraan secara real-time. Truk yang tak sesuai ketentuan, langsung diminta putar balik.
Pengamat transportasi dari MTI, Djoko Setijowarno, menilai praktik ODOL merupakan ancaman serius bagi daya saing logistik nasional. “Kendaraan ODOL bikin sistem distribusi jadi tidak efisien. Ini bikin kita tertinggal dibanding negara tetangga,” tegas Djoko.
Ia juga menyayangkan sikap sebagian pelaku usaha yang masih menolak penertiban ODOL dengan alasan efisiensi. “Padahal justru praktik ini menghambat kemajuan sistem logistik nasional secara keseluruhan,” tegasnya.
Hutama Karya pun tak bosan mengingatkan pengguna jalan tol agar patuh pada aturan: menjaga kecepatan antara 60–100 km/jam, tidak menggunakan bahu jalan kecuali darurat, serta memastikan kendaraan dalam kondisi prima dan tidak kelebihan muatan.
“Kami ingin jalan tol yang tidak hanya lancar, tapi juga aman. Hindari ODOL. Satu nyawa saja terlalu berharga untuk dikorbankan,” tutup Adjib. (*)