Catatan Dahlan Iskan

Ampas Teh

Bagikan
Ampas Teh
Bagikan

Saya hanya dua malam di Huhehaote. Saya berangkat ke sana dari Beijing. Hampir juga tidak dapat tiket kereta cepat. Itu hari pertama kerja setelah libur satu minggu di hari buruh.

Stasiun kereta cepat Beijing-bei (Beijing Utara) padat manusia. Padahal stasiun itu besar sekali. Ini kali pertama saya naik kereta cepat dari stasiun Beijing-bei. Yang sering: dari stasiun Beijing-nan. Atau Beijing-xi.

Mongolia memang di bagian utara Tiongkok. Seluruh kereta ke jurusan provinsi di utara (Mongolia, Heilongjiang, Jilin, dan Liaoning) berangkat dan tiba di stssiun Beijing-bei.

Waktu saya tiba dari Rizhao dan Qingdao, pekan lalu, keretanya tiba di stasiun Beijing-nan. Waktu ke Xi’an dan Xinjiang dulu keretanya dari Beijing-xi. Antar stasiun itu terhubung dengan kereta urban bawah tanah.

Di Rizhao Anda sudah tahu saya melakukan apa saja. Pun di Qingdao.

Di Mongolia Dalam, saya hanya ingin melihat perkembangan provinsi itu –setelah lebih 15 tahun tidak ke sana. Saya punya waktu kosong dua hari yang harus bermanfaat –sebelum acara berikutnya di Beijing.

Akhirnya saya tahu kenapa ruang tunggu stasiun itu begitu padatnya: kereta jurusan Huhehaote pada jam itu ternyata dua rangkaian kereta digandeng jadi satu.

Begitulah, pada hari-hari padat liburan, banyak dua kereta disambung jadi satu rangkaian panjang. Kapasitasnya langsung naik dua kali lipat.

Berarti ruang tunggu yang biasa untuk penumpang satu rangkaian kereta dipenuhi penumpang dua rangkaian. Tiap jam ada kereta cepat jurusan itu. Setiap jam pula dua rangkaian kereta digandeng jadi satu.

Untung saya dapat gerbong nomor satu. Gerbong terakhirnya nomor 16. Rangkaian ini panjang sekali. Satu rangkaian saja delapan gerbong. Ini menjadi 16 gerbong.

Tidak bisa juga dibilang untung. Dapat gerbong nomor satu sama dengan dapat gerbong nomor 16. Sama-sama harus berjalan jauh menuju gerbong paling ujung.

Inilah hebatnya kereta yang digerakkan dengan listrik. Rangkaian gerbong sepanjang apa pun tidak mempengaruhi kekuatan tariknya.

Bayangkan kalau kereta Jakarta-Surabaya ditambah satu rangkaian gerbong. Panjangnya menjadi dua kali lipatnya. Nafas lokomotifnya bisa tersengal-sengal. Lokomotifnya masih pakai mesin berbahan bakar minyak solar.

Bagikan
Artikel Terkait
Hidup Mati
Catatan Dahlan Iskan

Hidup Mati

Radioaktif itu lantas menempel di kontainer pengangkut udang milik PT BMS. Terbawa...

Kilang Subsidi
Catatan Dahlan Iskan

Kilang Subsidi

Maka perang terhadap subsidi listrik harus fokus pada petang sampai menjelang tengah...

Sun Dermawan
Catatan Dahlan Iskan

Sun Dermawan

Setelah 30 tahun berlalu koran-koran yang saya kembangkan satu per satu sakit-sakitan....

Damsyik Berseri
Catatan Dahlan Iskan

Damsyik Berseri

Kota Damaskus juga tercatat kembali di Perjanjian Baru, dalam kitab Kisah Para...