Selanjutnya, poin ketiga dalam rekomendasi DPRD Melteng itu, DPRD Malteng meminta agar dua warga Haya yang ditahan dalam kasus pembakaran perusahaan pada Februari lalu dilakukan secara persuasive bukan represif.
“Ini maksudnya apa? Maksudnya ananda 2 orang yang ada dalam tahanan itu dikeluarkan dari tahanan dengan syarat atas persetujuan pihak PT Waragonda? Agar PT Waragonda tetap melaksanakan aktifitas kejahatannya merampok harta kekayaan alam dan merusak lingkungan di negeri Haya?” tanya Tuahan.
Ali mengatakan, Gemah telah sepakat untuk tetap kawal dua warga Haya yang ditahan itu sampaik ke pengadilan.
“Yang kami inginkan penyelesaian persuasif itu ketika menjelang idul Fitri penangguhan penahanan agar kedua ananda kami bisa bersama dengan keluarganya. Namun lagi-lagi pihak PT Waragonda yangg tidak menghendaki itu, sehingga pihak Polres menyampaikan tidak bisa penangguhan penahanan, melainkan SP3 dengan harapannya melibatkan pihak PT Waragonda” ujar Tuahan.
“Sekarang Idul Fitri telah usai, ruang persuasif telah tertutup untuk menerima kembali kehadiran PT Waragonda ke Negeri Haya. Saya berharap pimpinan DPRD harus intropeksi diri” tuturnya.
Sementara poin ke 4 dalam rekomendasi tu, menurut Tuahan, DPRD Malteng tidak perlu berpura-pura menjadi juru selamat menyelamatkan PT Waragonda, dengan modus mengajak perampok menghormati adat istiadat masyarakat Negeri Haya.
“Karena jika benar pentolan PT Waragonda adalah manusia terdidik dan yang berpikir logis, mereka tidak mungkin memerintahkan pengrusakan sasi Adat diatas tanah ulayat adat Negeri Haya.
“Oleh karena itu kami juga mendesak pimpinan PT Waragonda untuk membayar ganti rugi pengrusakan sasi Adat” pungkas Tuahan. *