finnews.id – Sutradara kenamaan Joko Anwar kembali menyapa pecinta film Indonesia lewat karya terbarunya bertajuk Pengepungan di Bukit Duri.
Film bergenre aksi dengan nuansa distopia ini resmi tayang di seluruh jaringan bioskop di Indonesia, mulai dari tanggal 17 April 2025.
Film ini merupakan hasil kolaborasi antara rumah produksi lokal Come and See Pictures dengan studio raksasa asal Amerika Serikat, Metro Goldwyn Mayer (MGM).
Kolaborasi ini menjadi penanda makin diperhitungkannya sineas Indonesia di kancah global, dengan kolaborasi yang sangat apik antar rumah produksi.
Berlatar waktu tahun 2027, Pengepungan di Bukit Duri menyajikan gambaran Indonesia yang tengah berada di ambang kehancuran akibat merebaknya diskriminasi dan rasisme.
Dalam kondisi sosial yang rapuh, muncul sosok Edwin diperankan oleh Morgan Oey, seorang guru pengganti yang ditugaskan mengajar.
Guru tersebut mengajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Duri di wilayah Jakarta Timur, sebuah sekolah dengan reputasi lingkungan yang sangat kelam.
Namun tugas Edwin tidak sesederhana yang terlihat,.karena ia datang dengan misi pribadi mencari keponakannya yang hilang, sebuah janji terakhir kepada kakaknya sebelum meninggal dunia.
SMA Duri bukan sekolah biasa karena dikenal tempat berkumpulnya siswa bermasalah, sekolah ini menjadi simbol nyata dari kekerasan sistemik dalam dunia pendidikan.
Kedatangan Edwin sebagai minoritas yang juga menjadi target kebencian, memicu ketegangan mahasiswa dengan guru di lingkungan sekolah.
Ketika situasi sosial di luar sekolah kian memanas dan kerusuhan mulai pecah di seluruh wilayah Jakarta, SMA Duri pun ikut terdampak.
Bangunan sekolah itu terkepung, mengubahnya menjadi arena pertempuran brutal antara bertahan hidup dan menyelamatkan harapan terakhir.
Dalam kondisi genting tersebut, Edwin tak sendiri. Ia dibantu oleh Diana, Hana Pitrashata Malasan, rekan sesama guru yang turut berjuang menjaga keselamatan.
Tak hanya menonjolkan aksi menegangkan, Joko Anwar menyisipkan kritik terhadap isu sosial yang relevan, seperti ketidakadilan dalam pendidikan, kekerasan di lingkungan sekolah, serta diskriminasi yang terstruktur.
Dengan visual yang mencengangkan dan alur cerita yang menggugah emosi, film ini menjanjikan pengalaman sinematik yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah kesadaran sosial penontonnya.