finnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga sepeda motor milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang disita penyidik berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021–2023.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan bahwa kendaraan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari alur tindak pidana yang tengah diusut.
“Tentunya bisa jadi kendaraan tersebut menjadi bagian dari proses korupsi yang terjadi,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu 16 April 2025.
Lebih lanjut, Tessa menyebut sepeda motor tersebut diduga digunakan sebagai sarana atau dibeli menggunakan uang hasil kejahatan korupsi.
“Bisa juga penyitaan aset kendaraan tersebut, tidak terbatas hanya kendaraan maupun aset-aset lainnya, disita sebagai bagian dari upaya asset recovery (pemulihan aset) yang nanti akan berujung kepada uang pengganti. Itu juga bisa,” jelasnya.
Meski demikian, Tessa menegaskan bahwa penyidik KPK yang memiliki kewenangan untuk memastikan alasan penyitaan.
“Nah, masuk di mana kendaraan yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik? Ini kita tunggu saja,” ucapnya.
Ia menambahkan, “Tentunya penyidik memahami apa sih kepentingan menyita kendaraan tersebut, dan akan kami buka pada waktunya.”
Sebelumnya, pada 10 Maret 2025, tim penyidik KPK menggeledah kediaman Ridwan Kamil dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi di Bank BJB. Dari penggeledahan tersebut, salah satu barang yang turut disita adalah sepeda motor.
Lima Tersangka dan Kerugian Negara Rp222 Miliar
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR), Kepala Divisi Corsec sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Widi Hartoto (WH), serta tiga pengendali agensi periklanan, yakni Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp222 miliar. Penyidikan masih terus berjalan, termasuk penelusuran terhadap aset-aset yang diduga berkaitan dengan tindak pidana.