Home News Kekerasan Seksual di Indonesia: Alarm Darurat yang Tak Boleh Diabaikan
News

Kekerasan Seksual di Indonesia: Alarm Darurat yang Tak Boleh Diabaikan

Bagikan
Ketua DPR RI, Puan Maharani
Ketua DPR RI, Puan Maharani. Image (Istimewa).
Bagikan

finnews.id – Belum reda kemarahan publik atas kasus kekerasan seksual yang melibatkan peserta program dokter spesialis di Bandung, masyarakat kembali dikejutkan oleh dugaan pelecehan oleh dokter kandungan di Garut. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan momen mengerikan saat dokter berinisial MSF diduga melakukan kekerasan seksual terhadap pasiennya saat pemeriksaan USG.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa kasus-kasus seperti ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. “Ini tindakan tidak manusiawi, apalagi dilakukan tenaga medis yang seharusnya melindungi,” tegasnya.

Fasilitas Kesehatan Harus Jadi Ruang Aman

Puan mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan aparat penegak hukum untuk bertindak cepat. “Tidak boleh ada toleransi untuk kejahatan seksual di layanan kesehatan,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya evaluasi sistem pengawasan dokter, terutama di ruang praktik yang rentan seperti pemeriksaan kandungan.

Dua korban telah melapor dalam kasus Garut, dan pelaku kini berada dalam tahanan polisi. Namun, Puan menduga masih ada korban lain yang belum berani angkat bicara karena trauma. “Aparat harus proaktif mencari korban-korban yang mungkin masih tertekan,” tambahnya.

Dunia Pendidikan Pun Tak Luput dari Ancaman

Tidak hanya di fasilitas kesehatan, kekerasan seksual juga merambah lingkungan sekolah. Seorang guru SD swasta di Depok di duga telah mencabuli 16 siswi dalam kurun waktu Agustus 2024 hingga Maret 2025. Yang lebih memprihatinkan, pihak sekolah sempat menyelesaikan kasus pertama lewat mediasi—tindakan yang di kritik keras oleh Puan.

“Mediasi bukan solusi untuk kejahatan seksual terhadap anak. Ini bukan perselisihan biasa, melainkan kekerasan yang harus di usut tuntas,” tegasnya. Ia mendesak Kemendikdasmen untuk turun tangan, mengaudit sistem pengawasan di sekolah, dan memastikan pelaku tidak lagi mengajar.

Masyarakat Harus Bersuara, Pemerintah Harus Bertindak

Puan mengajak seluruh elemen bangsa dan terutama rakyat indonesia untuk tidak lelah melawan kekerasan seksual. “Banyak kasus yang tidak terungkap karena korban takut atau tidak tahu harus melapor ke mana,” katanya. Ia mendorong korban atau saksi untuk berani bersuara, termasuk melalui media sosial jika jalur hukum tidak responsif.

Selain penegakan hukum, Puan menekankan pentingnya pendampingan bagi korban. “DPR RI akan terus memantau dan mendukung upaya perlindungan korban, terutama perempuan dan anak,” janjinya.

Penutup: Normalisasi Kekerasan Seksual Harus Dihentikan

Maraknya kasus kekerasan seksual di kuartal pertama 2025—dari dunia kepolisian, akademisi, hingga tenaga medis—menunjukkan betapa daruratnya situasi ini. Puan mengingatkan, kekerasan seksual bukan hal yang bisa di normalisasi. Setiap laporan harus di tindaklanjuti, setiap pelaku harus di hukum setimpal, dan setiap korban berhak mendapatkan keadilan.

“Kita tidak boleh kalah. Perjuangan melawan kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama,” pungkas Puan. **

Bagikan
Artikel Terkait
Karoline Leavitt, Sekretaris Pers Gedung Putih
News

Gaun Merah Karoline Leavitt dan Ironi Perang Dagang AS-China

finnews.id – Karoline Leavitt, Sekretaris Pers Gedung Putih, baru-baru ini menjadi pusat...

News

Ridwan Kamil Akhirnya Laporkan Lisa Mariana ke Bareskrim

finnews.id – Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, secara resmi melaporkan selebgram...

Sistem Satu Arah
News

Uji Coba Sistem Satu Arah di Pondok Cabe Ilir: Solusi Atasi Kemacetan?

finnews.id – Kemacetan menjadi masalah klasik di kawasan padat seperti Pondok Cabe...

Kasus Suap Ketua PN Jaksel: Kejagung Sita 3 Mobil Mewah dan 4 Sepeda Brompton
News

Kasus Suap Ketua PN Jaksel: Kejagung Sita 3 Mobil Mewah dan 4 Sepeda Brompton

finnews.id – Tim penyidik Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyita sejumlah aset mewah...