finnews.id – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) kembali membuat gebrakan dalam upaya pemberantasan korupsi. Kali ini, sorotan tertuju pada kasus dugaan korupsi minyak goreng yang menyeret tiga hakim sebagai tersangka. Ketiganya diduga terlibat dalam putusan lepas (ontslag) terhadap sejumlah korporasi besar dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Ketiga hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Djuyamto dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka diduga memainkan peran penting dalam keputusan kontroversial yang membebaskan tiga korporasi besar—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dari jerat hukum dalam kasus ekspor minyak sawit mentah.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan pada Senin dini hari, 14 April 2025. Ketiga hakim tersebut kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk keperluan penyidikan lanjutan.
“Sekitar pukul 11.30 malam, tim penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ungkap Qohar dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Minggu, 13 April 2025.
Kasus ini tidak berhenti pada tiga hakim saja. Kejagung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka lain, yaitu Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jakarta Selatan), Marcella Santoso dan Ariyanto (pengacara dan panitera muda di PN Jakarta Utara), serta Wahyu Gunawan yang diduga menjadi perantara dalam aliran dana suap.
Dari hasil penyelidikan, ditemukan dugaan suap sebesar Rp60 miliar yang diberikan oleh MS dan AR kepada MAN, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Suap tersebut diduga diberikan melalui WG dengan maksud mempengaruhi keputusan majelis hakim agar menyatakan para terdakwa korporasi tidak terbukti bersalah.
“Tujuan pemberian suap tersebut agar majelis hakim menjatuhkan putusan ontslag,” jelas Qohar.
Kasus dugaan korupsi minyak goreng ini menjadi cerminan betapa kompleksnya praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam sistem peradilan. Kejagung kini berupaya mengurai jaringan korupsi yang melibatkan oknum penegak hukum, dengan menerapkan pasal-pasal dari Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui UU Nomor 20 Tahun 2001.
Langkah tegas Kejagung ini diharapkan menjadi momentum penting dalam menegakkan hukum yang adil dan transparan di Indonesia. Masyarakat kini menanti sejauh mana komitmen lembaga penegak hukum dalam membongkar skandal besar ini hingga ke akar-akarnya. (Anisha Aprilia)