finnews.id – Kasus pagar laut Bekasi kini menjadi sorotan publik setelah Bareskrim Polri resmi menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Semua bermula dari laporan masyarakat yang mencium aroma ketidakberesan dalam pembangunan pagar laut di wilayah Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian membawa pada dugaan pemalsuan dokumen sertifikat tanah. Modus yang dipakai cukup rapi—tanah yang semula berada di darat “dipindahkan” ke laut melalui sertifikat yang sudah direkayasa. Bukan hanya itu, subjek dalam sertifikat, yakni nama pemegang hak, juga turut diubah.
Rangkaian Peristiwa: Awal Mula Laporan Hingga Penetapan Tersangka
Kronologi kasus ini diawali oleh laporan masyarakat atas nama Martin Sulaiman terhadap sejumlah pihak, salah satunya Yanto. Laporan tersebut menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mengusut lebih dalam aktivitas mencurigakan terkait dokumen pertanahan.
Setelah melakukan gelar perkara pada 20 Maret 2025, Bareskrim menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari aparatur Desa Segarajaya dan tim pendukung Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pemeriksaan terhadap kurang lebih 40 orang saksi turut memperkuat bukti-bukti yang ditemukan.
Salah satu yang turut terseret adalah Kepala Desa Segarajaya saat ini, Abdul Rosyid (AR), yang diduga menjual bidang tanah yang berada di laut kepada pihak ketiga. Namun, Rosyid berdalih bahwa dirinya belum lama menjabat, yakni sejak Agustus 2023, dan tidak mengetahui praktik yang terjadi sebelumnya.
Siapa Saja yang Terlibat?
Berikut daftar tersangka dan peran mereka dalam kasus ini:
- MS, mantan Kades Segarajaya, diduga ikut menandatangani dokumen penting dalam proses sertifikasi.
- AR, Kades aktif yang disebut menjual bidang tanah di laut.
- GM, Kasi Pemerintahan di desa, serta Y dan S, staf desa.
- Dari unsur PTSL: AP (Ketua Tim Support), GG (petugas ukur), MJ (operator komputer), dan HS (tenaga pembantu).
Para tersangka dijerat pasal berlapis, mulai dari Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen hingga pasal lain yang mengatur soal peran turut serta dalam kejahatan.
Modus Operandi: Sertifikat Tanah yang “Bergeser ke Laut”
Modus operandi para pelaku tampak sistematis. Mereka merekayasa sertifikat—mengganti lokasi objek dari darat ke laut, bahkan dengan luasan yang berbeda. Subjek yang tercatat dalam sertifikat pun diubah, seolah-olah sertifikat tersebut sah dan dapat digunakan.
Sertifikat-sertifikat palsu ini kemudian diketahui telah dijaminkan ke lembaga keuangan. Ini menambah daftar pelanggaran yang terjadi, karena produk dokumen yang seharusnya tak sah kini justru digunakan untuk transaksi resmi.
Langkah Hukum dan Harapan ke Depan
Bareskrim Polri menegaskan proses hukum masih terus berlanjut. Para tersangka akan dipanggil dan diperiksa lebih lanjut dalam waktu dekat. Berkas perkara disiapkan untuk segera dilimpahkan ke kejaksaan.
“Selanjutnya, penyidik akan melaksanakan upaya-upaya paksa yaitu dengan pemanggilan, pemeriksaan, dan lain sebagainya. Dalam waktu secepatnya agar segera dapat kita berkas,” jelas Brigjen Pol Djuhandani.
Kasus kronologi dan modus operandi kasus pagar laut Bekasi ini menjadi pelajaran penting tentang betapa vitalnya pengawasan dalam sistem administrasi pertanahan. Masyarakat berharap agar proses hukum dapat berjalan transparan, dan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatannya. (*)