Untuk itu, Yusril tak menampik bahwa Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI harus menyusun Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 102 KUHP terbaru.
Kendati demikian, kata dia, secara substansi bahwa ketentuan mengenai pidana mati sebagai pidana khusus telah dirumuskan secara tegas dalam Pasal 64 huruf c serta Pasal 67 dan 68 KUHP terbaru.
Terkait dengan perdebatan seputar HAM, Yusril menyatakan bahwa sikap terhadap pidana mati sangat bergantung pada tafsir filosofis tentang hak hidup.
Beberapa agama pada masa lalu, menurut dia, mungkin membenarkan pidana mati berdasarkan doktrin dan hukum agama tersebut.
Namun, dalam perkembangan teologis masa kini, ada pula tafsir baru yang menolak pidana mati.
KUHP terbaru, sambung dia, mengambil jalan tengah antara berbagai pendekatan. Pidana mati dikenal dalam Hukum Pidana Islam, hukum pidana adat, maupun dalam KUHP warisan Belanda.
Menko menghormati hukum yang hidup atau the living law dalam masyarakat. Oleh karena itu, pihaknya tidak menghapuskannya, tetapi merumuskan pidana mati sebagai upaya terakhir, yang pelaksanaannya dilakukan dengan penuh kehati-hatian.