finnews.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka melemah usai libur panjang Idulfitri 2025. Meski sempat menyentuh level tertinggi di 6.092,41, IHSG harus ditutup turun 0,47% ke posisi 5.967,98. Sentimen global dan kondisi pasar domestik disebut menjadi pemicu utama pelemahan ini. Namun, para analis sepakat: ini bukan alarm bahaya bagi perekonomian Indonesia.
Menurut Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas, tekanan terhadap IHSG saat ini bersifat sementara. Justru, ia melihat peluang pemulihan dalam waktu dekat. “Tingkat uang tunai yang tinggi jelang libur panjang memungkinkan investor asing dan lokal kembali masuk ke pasar. Ini bisa menjadi titik balik IHSG dalam waktu dekat,” ujarnya, Rabu, 9 April 2025.
Pandangan ini sejalan dengan penilaian Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta. Ia menyoroti struktur pasar modal Indonesia yang masih didominasi investor ritel dan aliran dana asing jangka pendek (hot money), membuat IHSG rentan terhadap sentimen jangka pendek.
“Ketika kondisi global tidak kondusif, investor asing akan menarik dana mereka. Ini diperparah oleh kepanikan investor ritel yang ikut menjual aset, sehingga tekanan terhadap IHSG semakin besar,” jelas Achmad.
Namun, menurutnya, kondisi ini bukan hal baru dan bukan pula sinyal krisis. Ia menekankan pentingnya membangun basis investor institusional domestik yang lebih kuat agar pasar memiliki penyangga saat gejolak datang.
Di sisi lain, isu seperti transparansi informasi, tata kelola perusahaan, serta sentimen kebijakan dalam negeri juga menjadi faktor penting yang memengaruhi IHSG. Kombinasi antara tekanan global dan faktor domestik bisa menciptakan tekanan tambahan, apalagi bila muncul setelah masa libur panjang.
“Pasar yang baru kembali dari libur biasanya lebih sensitif terhadap akumulasi berita. Tingkat kehati-hatian investor pun meningkat,” tutup Achmad.
Dengan nilai transaksi mencapai Rp12,08 triliun dan tekanan jual asing sebesar Rp1,09 triliun di seluruh pasar, IHSG memang sedang dalam fase penyesuaian. Namun, bukan berarti arah pasar sepenuhnya negatif. Dengan strategi dan pendekatan yang tepat, peluang pemulihan masih terbuka lebar. (*)