Pemerintah Indonesia telah membentuk tim lintas kementerian yang bekerja sama dengan pelaku usaha dan perwakilan diplomatik di AS untuk mempersiapkan langkah negosiasi. Delegasi tingkat tinggi bahkan direncanakan akan dikirim ke Washington DC dalam waktu dekat guna membuka jalur komunikasi langsung dengan Pemerintah AS.
ASEAN Belum Siapkan Tarif Balasan
Meski tekanan terasa kuat, hingga saat ini belum ada satu pun negara Asia Tenggara yang mengisyaratkan akan menerapkan tarif balasan terhadap AS. Malaysia, misalnya, memilih pendekatan diplomatis dengan tetap berkomitmen pada prinsip perdagangan bebas dan adil. Negara ini menyatakan akan terus berdialog aktif dengan otoritas AS untuk mencari solusi terbaik.
Sementara itu, Kamboja menjadi negara dengan tarif tertinggi, yakni 49%, yang langsung mengancam industri garmen dan alas kakinya. Tanpa daya tawar besar, Kamboja tampaknya harus berhadapan dengan realitas ekonomi yang berat, dan berada di posisi paling lemah dalam rantai negosiasi.
Kawasan Hadapi Tantangan Baru
Tarif tertinggi Trump kali ini menjadi ujian besar bagi stabilitas ekonomi di Asia Tenggara. Negara-negara yang selama ini menikmati lonjakan investasi karena strategi China+1, kini dihadapkan pada ancaman baru yang bisa membalikkan arus keuntungan itu.
Dengan tekanan yang begitu besar, upaya diplomasi dan negosiasi menjadi satu-satunya jalan untuk meredam dampak dari kebijakan ini. Indonesia, Vietnam, Thailand, dan negara lainnya di kawasan kini dituntut bergerak cepat—bukan hanya untuk melindungi sektor ekspor, tapi juga menjaga kepercayaan investor dan stabilitas ekonomi nasional.
Tarif tertinggi Trump bukan sekadar isu perdagangan, tapi bisa menjadi titik balik arah investasi global. Dan Asia Tenggara sedang berada di pusaran badai tersebut. (*)