Yang lebih memprihatinkan lagi adalah pengaruhnya terhadap lembaga-lembaga yang melayani masyarakat langsung, seperti LPSK dan Komnas HAM. LPSK bahkan sudah menyatakan bahwa pemangkasan anggaran dapat menyebabkan penolakan terhadap permohonan perlindungan saksi yang memerlukan biaya operasional besar. Ini menjadi masalah besar, mengingat jumlah permohonan perlindungan yang terus meningkat setiap tahun. Kondisi serupa juga terjadi pada Komnas HAM, yang mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti aduan masyarakat yang masuk.
Tentu, penghematan anggaran bukanlah hal yang salah. Pemerintah memang perlu bijak dalam mengelola keuangan negara. Namun, jika penghematan tersebut justru berbalik menjadi bumerang yang mengganggu pelayanan publik dan memperburuk kondisi masyarakat, maka kita perlu mempertanyakan kembali, apakah kebijakan ini benar-benar efisien, atau justru menjadi beban baru bagi rakyat yang sudah terbebani dengan berbagai kesulitan?
Efisiensi anggaran tidak seharusnya hanya mengorbankan sektor-sektor yang mendukung kehidupan rakyat banyak. Harus ada keseimbangan, agar penghematan tidak malah menghambat kemajuan dan kesejahteraan publik. Sebelum kebijakan ini semakin meluas dampaknya, pemerintah perlu mengevaluasi kembali prioritas penghematan yang dilakukan. Penghematan harus dipastikan tidak mengorbankan sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan masyarakat, yang selama ini menjadi tulang punggung pembangunan bangsa.
Jika tidak, maka pemangkasan anggaran ini bisa berakhir seperti pisau bermata dua: mengurangi defisit anggaran namun mengurangi pula kemampuan negara dalam melayani rakyatnya. Pemangkasan yang berlebihan, tanpa pertimbangan matang, berpotensi merusak fondasi pelayanan publik yang sudah dibangun dengan susah payah. (Sigit Nugroho)