finnews.id – Liverpool gagal bersaing musim ini menjadi pertanyaan besar bagi para penggemar sepak bola Premier League. Situasi ini semakin menarik ketika tim yang sebelumnya selalu kompetitif justru terlihat goyah dalam banyak aspek permainan.
Karena itu, artikel ini membahas secara menyeluruh faktor taktis, kehilangan pemain kunci, penurunan performa, dan dinamika strategi baru yang memengaruhi performa klub.
Liverpool gagal bersaing musim ini bukan hanya akibat satu penyebab tunggal. Sebaliknya, penurunan performa terjadi melalui lapisan masalah yang saling berkaitan.
Pertama, tim kehilangan sosok penting seperti Trent Alexander-Arnold di momen krusial. Absennya Alexander-Arnold membuat struktur build-up berubah signifikan, terutama karena perannya sebagai inverted fullback telah menjadi pondasi pola serangan Liverpool dalam dua musim terakhir.
Tanpa dia, transisi bola dari lini belakang ke lini serang kehilangan ritme, aliran, dan kreativitas.
Kemudian, Liverpool gagal bersaing musim ini juga karena mereka harus membangun chemistry baru dengan beberapa wajah baru.
Pergantian pemain inti membutuhkan waktu adaptasi, dan hal ini terjadi bersamaan dengan tuntutan kompetisi ketat Liga Inggris. Florian Wirtz, pemain yang diharapkan memberi dimensi baru di lini serang, memang memperlihatkan performa impresif.
Namun, koordinasi antarlini memerlukan kestabilan yang belum sepenuhnya terbentuk.
Selain itu, Liverpool kehilangan peluang besar ketika gagal mendapatkan Marc Guehi.
Target transfer ini dianggap sebagai solusi ideal di lini pertahanan, terutama di sektor kanan yang sering menjadi titik lemah.
Musim ini, banyak tim lawan secara konsisten menyerang sisi kanan Liverpool karena struktur pertahanannya terlihat rapuh.
Ibrahima Konaté menjadi pemain yang sering terekspos karena harus menutup ruang yang terlalu luas.
Kemudian, Liverpool gagal bersaing musim ini karena keputusan menjual Luis Díaz turut memberi dampak besar.
Díaz sebelumnya memberi kedalaman skuat dengan pergerakan eksplosif dan kontribusi dalam transisi pressing.
Tanpanya, opsi sayap semakin terbatas dan membuat struktur serangan menjadi lebih mudah ditebak.
Tak berhenti di situ. Musim ini juga ditandai dengan tragedi kehilang Diogo Jota akibat kecelakaan mobil, yang berdampak besar secara emosional dan psikologis bagi tim.
Selain kehilangan seorang pemain klinis, tim juga kehilangan figur kompetitif di ruang ganti.
Faktor lain yang sering dibahas publik adalah penurunan performa Mohamed Salah. Meskipun Salah merupakan pencetak gol terbanyak ketiga sepanjang sejarah klub, performanya terlihat menurun belakangan ini.
Salah bahkan dicadangkan saat Liverpool menang melawan West Ham. Pada pertandingan itu, Dominik Szoboszlai menggantikan peran Salah di sayap kanan dengan cara yang lebih seimbang antara menyerang dan bertahan.
Heatmap Szoboszlai menunjukkan ia melakukan sentuhan bola jauh lebih banyak di area pertahanan dibandingkan Salah dalam beberapa pertandingan terakhir.
Hal ini memperlihatkan perbedaan kontribusi defensif yang signifikan.
Liverpool gagal bersaing musim ini juga karena dinamika taktik di bawah pelatih baru. Arne Slot mencoba melakukan evolusi taktik, bukan sekadar melanjutkan blueprint Jurgen Klopp.
Namun, perubahan filosofi di tengah jadwal padat membuat konsistensi sulit dicapai.
Slot tetap menegaskan setelah pertandingan West Ham bahwa Salah masih bagian penting tim dan kemungkinan akan kembali starter di laga berikutnya.
Walau demikian, satu pelajaran besar muncul: keseimbangan di sektor kanan menjadi salah satu kunci stabilitas Liverpool.
Dan perubahan peran di sisi itu mulai memperlihatkan solusi, meskipun masih jauh dari kata final.
Liverpool gagal bersaing musim ini menjadi cerminan bahwa sebuah klub besar yang sedang membangun ulang identitas membutuhkan waktu, kedalaman skuad, serta momentum psikologis untuk kembali kompetitif.
Musim ini bukan sekadar kegagalan, tetapi fase transisi yang akan menentukan arah Liverpool ke depan.
Referensi: BBC Sport, Sky Sports, The Athletic, ESPN Football, Premier League Official Data