finnews.id – Keberadaan Light Rail Transit (LRT) Jakarta Fase 1 yang menghubungkan Stasiun Velodrome Rawamangun dengan Stasiun Pegangsaan Dua Kelapa Gading dinilai kurang efektif.
Hal itu diungkapkan pakar infrastruktur dan transportasi Prof Bambang Susantono. Menurutnya, LRT Jakarta Fase 1 tidak terintegrasi dan berada di kawasan pergerakan massa yang tinggi.
“Menurut saya kurang efektif karena memang tidak terintegrasi,” kata Bambang Susantono yang juga “Head of Supervisor Board Intelligent Transport System” (ITS) Indonesia di Jakarta, Kamis, 25 November 2025.
Menurut dia, terintegrasi itu tidak hanya antar “backbone” atau tulang punggung transportasi saja seperti kereta api, MRT, BRT dan Transjakarta.
Tapi transportasi ini juga sangat bergantung pada “feeder” atau minibus yang menghubungkan masyarakat dari stasiun menuju tujuan. “Ini yang harus menjadi perhatian,” kata Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) pertama tersebut.
Ia mengatakan, hal yang harus dilakukan adalah melakukan percepatan agar LRT ini dapat terintegrasi dengan angkutan publik lainnya. “Kalau tidak terhubung jadinya tidak efektif keberadaaannya. Kuncinya percepatan,” kata dia.
Jangan Ada Ego dalam Membangun Layanan Transportasi Publik
Ia meminta agar jangan ada ego dalam menciptakan layanan transportasi publik ini. Misalnya, layanan transportasi ini milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah atau BUMD.
Menurut dia, yang paling terpenting adalah keberadaan LRT ini benar-benar dibutuhkan masyarakat untuk mobilitas setiap harinya.
“Semua harus dilihat dari kepentingan umum atau kepentingan masyarakat. Jangan ada ego,” kata dia.
LRT Jakarta Fase 1 A yang menghubungkan Stasiun Pegangsaan Dua- Kelapa Gading dengan Stasiun Veledrome di Jakarta Timur resmi beroperasi sejak 22 Juni 2019. Jalur ini sepanjang 5,8 kilometer (km) dengan biaya pembangunan mencapai Rp6,8 triliun.