finnews.id – Jam saku emas penumpang Titanic menjadi perhatian besar karena nilainya mencapai hampir Rp39 miliar pada sebuah pelelangan di Inggris. Harga itu mencetak rekor baru dan langsung memicu diskusi kolektor global. Banyak orang penasaran, tetapi setelah memahami konteks sejarah dan ceritanya, nilai tersebut terasa masuk akal. Jam ini bukan barang biasa. Benda ini membawa tragedi, romansa, waktu yang terhenti, dan simbol kehidupan kelas atas di awal abad ke-20.
Jam saku emas penumpang Titanic berasal dari Isidor Straus, salah satu pemilik Macy’s di New York. Namun, yang membuatnya istimewa bukan hanya status sosial pemiliknya, tetapi cerita yang menyertainya. Saat proses evakuasi berlangsung, istrinya bernama Ida memilih tetap berada di sisi suaminya. Keputusan itu membentuk narasi cinta yang terus hidup hingga sekarang. Karena itu, benda ini memiliki nilai emosional yang sulit digantikan oleh koleksi lain.
Nilai Lelang dan Situasi Pasar Kolektor
Jam saku emas penumpang Titanic mencetak rekor baru karena faktor kelangkaan, dokumentasi pemilik, dan kisah yang kuat. Pasar memorabilia bekerja dengan prinsip sederhana. Semakin jarang sebuah benda, semakin tinggi nilainya. Selain itu, artefak Titanic tidak muncul setiap tahun. Bahkan, banyak benda dari tragedi itu tersimpan di museum atau tidak dilepas oleh pemilik pribadi. Maka, momen pelelangan seperti ini selalu menciptakan persaingan tajam antar kolektor kelas dunia.
Kemudian, provenance atau jalur kepemilikan meningkatkan nilai benda ini. Jam tersebut tetap berada dalam keluarga Straus selama lebih dari satu abad. Karena asal-usulnya jelas, risiko pemalsuan menjadi sangat kecil. Kolektor menghargai hal seperti ini dan siap membayar mahal untuk barang yang memiliki rekam sejarah autentik.
Selain itu, fakta bahwa jarum jam berhenti pada pukul 02:20, waktu tenggelamnya Titanic, semakin memperkuat makna simbolisnya. Detail kecil ini menciptakan hubungan emosional karena jam itu terasa seperti saksi terakhir tragedi tersebut.