Home News BNPB: Indonesia Butuh Alat Deteksi Dini Longsor Berbasis Teknologi, Jangan ‘Pasrah’ Ramalan Cuaca BMKG
News

BNPB: Indonesia Butuh Alat Deteksi Dini Longsor Berbasis Teknologi, Jangan ‘Pasrah’ Ramalan Cuaca BMKG

Bagikan
Peringatan Dini Longsor
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul MuhariFoto:IG
Bagikan

Finnews.id – Pasca tragedi longsor mematikan di Cilacap dan Banjarnegara, BNPB menyoroti rapuhnya sistem peringatan dini, yang dinilai tidak efektif karena hanya bergantung pada prakiraan curah hujan.

Tragedi Jawa Tengah: Alarm Keras Kegagalan Sistem Peringatan

Bencana tanah longsor di Jawa Tengah, yang baru-baru ini terjadi di Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap Jumat, 14 November 2025 menjadi bukti nyata betapa rapuhnya sistem peringatan dini di Indonesia.

Tragedi ini bukan hanya sekadar bencana alam, melainkan pengingat keras atas kelemahan fundamental yang membuat masyarakat tidak berdaya menghadapi ancaman longsor.

Insiden ini, bersamaan dengan longsor di Banjarnegara, mencatatkan jumlah korban jiwa terbanyak dalam satu dekade terakhir di Jawa Tengah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara terbuka menyoroti kelemahan tersebut. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menegaskan bahwa selama ini peringatan dini terlalu bertumpu pada prakiraan curah hujan, sebuah metode yang terbukti gagal di Cilacap.

Curah Hujan Bukan Lagi Indikator Tunggal

Dalam konferensi daring “Disaster Briefing” pada Senin 17 Novemer 2025, Abdul Muhari mengungkapkan fakta krusial di balik bencana Cilacap.

Ia menyatakan bahwa intensitas hujan saat kejadian memang tinggi, tetapi tidak mencapai level ekstrem yang biasanya dijadikan acuan utama peringatan bencana.

“Longsor di Cilacap terjadi saat hujan tinggi, tapi tidak ekstrem. Artinya indikatornya tidak bisa hanya curah hujan,” kata Abdul Muhari.

Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa sebagian besar daerah rawan longsor saat ini masih “pasrah” pada prakiraan cuaca harian dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebuah metode yang lebih bersifat reaktif ketimbang preventif.

Ketiadaan alat deteksi dini berbasis teknologi membuat masyarakat kehilangan waktu berharga untuk melakukan evakuasi mandiri sebelum bencana menerjang.

Kebutuhan Mendesak Akan Teknologi Sensor Retakan Tanah

BNPB menegaskan pentingnya adopsi teknologi seperti sensor pemantau retakan tanah di daerah yang sangat rawan longsor. Sistem pemantauan retakan tanah berbasis sensor sederhana ini dapat berfungsi sebagai alarm yang memberikan sinyal bahaya lebih dini kepada warga.

Bagikan
Artikel Terkait
MULAI 1 DESEMBER, 6 Kereta Jarak Jauh TAK LAGI BERHENTI di Stasiun Jatinegara! Cek Daftar Lengkapnya
News

MULAI 1 DESEMBER! 6 Kereta Jarak Jauh TAK BERHENTI di Jatinegara! Cek Daftar Lengkapnya

Finnews.id – Mulai 1 Desember 2025, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah...

News

Bikin Heboh! 2 Bayi di NICU India Meninggal Usai Digigit Tikus, Sistem Rumah Sakit Jadi Sorotan

finnews.id – Dua bayi baru lahir yang dirawat di ruang Neonatal Intensive...

NewsUncategorized

Gelar Rakorendal 2025, Kepala BNPP Tito: Wujudkan Perbatasan Jadi Wajah Bangsa Menuju Indonesia Emas 20

finnews.id – Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia (BNPP RI) menyelenggarakan Rapat...

Korban Longsor Cilacap Banjarnegara
News

Hari Krusial Pencarian Korban! Tim SAR Gabungan Lacak 34 Warga Hilang di Cilacap dan Banjarnegara

Finnews.id – Memasuki hari keempat dan kelima, tim SAR gabungan kembali memulai...