Oleh: Dahlan Iskan
Dari 1,5 jam pidato capaian satu tahun masa jabatannya sebagai presiden, terlihat suasana kebatinan Prabowo sangat berbinar. Serbasukses.
Tapi semangatnya terlihat berlebih ketika bicara pendidikan. Sebagian besar pidatonya berisi soal pendidikan: Sekolah Rakyat. Sekolah Garuda. Sekolah Integrasi. IFP. MBG.
Semuanya bagus. Idealis. Mulia. Demi masa depan bangsa.
Sekolah Rakyat misalnya, tujuan utamanya “untuk memutus rantai kemiskinan”. Karena itu muridnya harus anak orang termiskin di daerah itu. Tanpa seleksi kepintaran. Yang penting mau sekolah.
Mereka harus diasramakan. Agar terputus dengan budaya hidup miskin di lingkungan keluarganya. Tetap boleh bertemu orang tua. Misalnya seminggu sekali. Tapi setidaknya setiap satu minggu mereka sudah terputus dengan lingkungan budaya miskinnya selama enam hari.
Dunia memang sudah sepakat: upaya terbaik memutus rantai kemiskinan adalah lewat pendidikan. Itu dipaparkan dengan jelas oleh banyak ahli, termasuk Prof Dr Mohamad Nuh. Mantan mendiknas itu ikut mendesain Sekolah Rakyat.
Lalu Sekolah Garuda –sekolah unggulan. Hanya yang kepandaiannya istimewa yang bisa masuk Sekolah Garuda. Kurikulumnya IB –International Bacalaureat.
Itu berarti lulusan Sekolah Garuda bisa diterima di universitas kelas satu dunia. Prabowo menyebut contohnya: MIT dan Harvard di Boston, atau Oxford di Inggris.
“Ini pekerjaan wamen Stella,” ujar Prabowo. Dalam pidato itu sangat sedikit Prabowo menyebut nama menteri atau wamen, tapi nama Stella diucapkan secara khusus.
Di dunia ini, kata Prabowo, ada satu persen penduduk genius. Termasuk di Indonesia. Satu persen dari 280 juta penduduk Indonesia sangatlah banyak. Dan penyebaran orang genius itu tidak hanya di golongan atas. Itu bisa muncul dari keluarga sangat miskin.
“Karena itu kita harus cari mereka. Kalau perlu Polri dan TNI ikut mencari. Kan jaringan TNI dan Polri sangat luas,” ujar Prabowo. Pun organisasi-organisasi kemasyarakatan diminta ikut mencari mereka. Agar mereka mendapat pendidikan khusus di Sekolah Garuda.