finnews.id – Tasyi Athasyia, salah satu vlogger makanan ternama di Indonesia, kembali menjadi sorotan setelah mengunggah video review balut—makanan viral dari telur bebek berembrio yang dianggap haram bagi Muslim. Dalam kontennya di TikTok, ia tidak mencicipinya, tetapi memperlihatkan proses membuka balut sambil menegaskan status keharamannya.
Namun, bukan informasi tersebut yang ramai diperdebatkan. Sebelumnya, Tasyi sempat mengungkap rasa penasarannya ingin mencoba balut di Instagram. Unggahan itu memicu kritik pedas, karena dianggap mendorong eksplorasi makanan haram.
Antara Niat Edukasi dan Salah Persepsi
Tasyi, saudara kembar Tasya Farasya yang di kenal dengan konten kuliner halal, berulang kali menegaskan bahwa tujuannya membuat video balut murni untuk edukasi. “Agar Muslim tidak ikut-ikutan tren tanpa tahu hukumnya,” jelasnya.
Sayangnya, niat baiknya tidak selalu di pahami netizen. Sebagian mengapresiasi upayanya memberikan penjelasan, sementara yang lain menilai konten seperti ini justru berisiko mempopulerkan makanan haram.
Pro-Kontra di Media Sosial
Reaksi netizen terbelah. Di kolom komentar, ada yang menulis:
“Kenapa harus di bahas kalau memang haram? Jadi penasaran deh.”
Di sisi lain, banyak juga yang membela:
“Justru karena di bahas, kita jadi tahu dan nggak coba-coba. Good job, Tasyi!”
Lagi-lagi, ini menjadi bukti bahwa konten edukasi—terutama yang menyentuh isu sensitif—harus di kemas dengan hati-hati. Tasyi sendiri tampak berusaha netral, tapi bagi sebagian orang, sekadar menampilkan makanan haram di anggap tidak perlu.
Pelajaran dari Kontroversi Ini
Sebagai vlogger berpengaruh, Tasyi Athasyia sadar betul bahwa setiap kontennya berpotensi memicu diskusi. Yang menarik dari kasus ini adalah bagaimana publik meresponsnya:
- Edukasi vs. Sensasi – Apakah membahas makanan haram termasuk bentuk penyebaran informasi atau justru promosi terselubung?
- Tanggung Jawab Kreator – Sejauh mana content creator harus mempertimbangkan dampak kontennya terhadap pemirsa?
Bagi Tasyi, mungkin ini menjadi bahan evaluasi. Tapi satu hal yang jelas: selama masih ada pro-kontra, berarti minat terhadap topik semacam ini tetap tinggi. **