finnews.id – Polemik royalti musik kembali memanas di industri hiburan Tanah Air. Kali ini, penyanyi Judika memberikan tanggapannya terkait ketidakhadirannya dalam diskusi yang digagas Ahmad Dhani. Judika menegaskan bahwa ia tidak menolak dialog, namun situasi sebelumnya telah menciptakan ketidaknyamanan.
“Framing yang Menyakitkan”
Judika mengungkapkan bahwa ia sempat tersinggung dengan tuduhan tidak langsung yang dialamatkan kepadanya. “Awalnya karena sudah dianggap sebagai malinglah, nyolonglah, nah framing kayak gini sudah menyakitkan bagi penyanyi,” ujarnya dalam wawancara dengan InsertLive (14/4/2025).
Meski demikian, ia menegaskan dukungannya terhadap upaya perbaikan sistem royalti musik. Hanya saja, menurutnya, komunikasi antar-pelaku industri harus di lakukan dengan cara yang lebih sehat—tanpa saling menyudutkan. “Kita juga sangat pengin semua di industri ini mendapatkan haknya. Jadi, kita penginnya berembug bareng-bareng,” tambah Judika.
Kendala Waktu dan Konsolidasi Internal
Menanggapi kabar bahwa dirinya absen dari undangan diskusi Ahmad Dhani, Judika memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa waktu undangan yang di berikan kurang tepat karena para anggota VISI (Vokalis Indonesia Bersatu)—asosiasi tempat ia tergabung—belum sempat berkonsolidasi.
“Kalau kemarin di undang katanya enggak datang, enggak benar juga karena VISI baru ketemu tanggal 4 April, sementara undangannya tanggal 28 Maret. Kita mau ngobrol dulu supaya suaranya enggak beda-beda,” paparnya.
Judika menekankan pentingnya penyatuan pandangan di antara para penyanyi sebelum terjun ke dalam diskusi lebih lanjut terkait polemik royalti musik dan penggunaan karya cipta.
Akar Polemik Royalti Musik
Perseteruan ini bermula dari kritik Ahmad Dhani terhadap sejumlah penyanyi yang di sebutnya menggunakan lagu Dewa 19 tanpa izin langsung dari pencipta. Dhani bersikukuh bahwa penggunaan lagu harus melalui persetujuan eksplisit pencipta, bukan sekadar mengandalkan izin dari publisher atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Isu royalti memang bukan hal baru di industri musik Indonesia. Beberapa tahun terakhir, topik ini terus mengemuka seiring dorongan untuk memperbaiki ekosistem musik, termasuk mekanisme pembagian royalti yang lebih transparan.