Home Megapolitan Pengamat Soroti Janggalnya Proses Hukum Kasus Pagar Laut Tangerang 
Megapolitan

Pengamat Soroti Janggalnya Proses Hukum Kasus Pagar Laut Tangerang 

Bagikan
Sejumlah nelayan bersama personel TNI AL membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025).
Sejumlah nelayan bersama personel TNI AL membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/
Bagikan

finnews.id – Proses penyidikan kasus pagar laut di wilayah pantura Tangerang yang menjerat empat tersangka, Arsin Cs, menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. 

Pengamat, praktisi hukum, hingga kuasa hukum warga menyebut, proses yang dijalankan Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditippidum) Bareskrim Mabes Polri tidak transparan dan terkesan janggal.

Kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum PP Muhammadiyah Gufroni ikut mempertanyakan langkah Ditippidum Bareskrim Mabes Polri yang melokalisasi kasus ini hanya sebagai tindak pidana umum berupa pemalsuan dokumen sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (SHGB).

“Sejak awal kami melihat proses hukum ini tidak transparan, bahkan terkesan menutupi pelaku sesungguhnya. Sehingga dilokalisir hanya kepada empat tersangka,” ungkap Gufroni, dikutip Minggu 13 April 2025.

Menurut Gufroni, penyidikan yang hanya fokus pada pemalsuan dokumen berpotensi mengabaikan aspek dugaan korupsi dalam proyek reklamasi sepanjang lebih dari 30 kilometer di pantai utara Tangerang. 

Ia menyebut kerugian negara seharusnya tidak hanya diukur dari hasil audit langsung, tetapi juga dari dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.

“Semestinya harus ada pengertian kerugian negara yang lebih luas. Ini bukan sekadar pemalsuan dokumen di Desa Kohod, tetapi terkait proyek reklamasi besar yang berdampak pada nelayan dan masyarakat sekitar,” tegasnya.

Senada dengan Gufroni, Henri Kusuma selaku kuasa hukum warga Desa Kohod dan perwakilan dari Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) juga menyuarakan keprihatinannya terhadap arah penanganan kasus ini.

“Tipikor di sini menyangkut penyalahgunaan wewenang, mengapa wilayah laut bisa dijadikan SHGB atau SHM? Apakah ada unsur suap atau gratifikasi dalam penerbitan sertifikat tersebut?” terang Henri.

Ia bahkan menyinggung praktik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kerap melakukan OTT meskipun belum ada audit kerugian negara secara langsung. 

Menurutnya, kasus ini memiliki potensi serupa, terutama karena adanya dugaan pelanggaran dalam penerbitan Perda dan dokumen persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPR).

Bagikan
Artikel Terkait
Uji Coba Rekayasa Lalu Lintas di TB Simatupang, Hutama Karya Sediakan Jalur Alternatif
Megapolitan

Uji Coba Rekayasa Lalu Lintas di TB Simatupang, Hutama Karya Sediakan Jalur Alternatif

finnews.id – DKI Jakarta kembali melakukan uji coba rekayasa lalu lintas di...

Gubernur DKI Pramono Anung Bahas Revisi Tunjangan Perumahan DPRD Rp70 Juta
Megapolitan

Gubernur Jakarta Pramono Anung Bahas Revisi Tunjangan Perumahan DPRD Rp70 Juta

finnews.id – Kontroversi tunjangan perumahan DPRD Jakarta kembali mencuat. Angka yang mencapai...

Polisi Tangkap 'Profesor R', Koordinator Tutorial Bom Molotov dalam Aksi Ricuh Jakarta
Megapolitan

Polisi Tangkap ‘Profesor R’, Koordinator Tutorial Bom Molotov dalam Aksi Ricuh Jakarta

finnews.id – Direktorat Keamanan Negara (Kamneg) Polda Metro Jaya kembali mengungkap aktor...

Normalisasi Kali Ciliwung Dimulai 2026, Pembebasan Lahan Jadi Kunci
Megapolitan

Normalisasi Kali Ciliwung Dimulai 2026, Pembebasan Lahan Jadi Kunci

finnews.id – Proyek normalisasi Kali Ciliwung kembali mendapat kepastian. Menteri Pekerjaan Umum...