finnews.id – Lonjakan tarif listrik yang dirasakan masyarakat setelah berakhirnya program diskon 50 persen pada Februari 2025, menuai sorotan tajam dari Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam. Ia menilai kebijakan yang seharusnya meringankan beban justru menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat.
“Banyak warga yang kaget melihat tagihan listriknya naik drastis. Ini bukan soal angka semata, tapi soal kepercayaan publik terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dan PLN,” ujar Mufti dalam keterangan resminya, Selasa, 8 April 2025.
Mufti menilai ketidaksesuaian durasi diskon dan ketidakjelasan informasi menjadi akar masalah. Ia menyebut keluhan masyarakat yang ramai di media sosial mencerminkan adanya jarak antara ekspektasi publik dan pelaksanaan di lapangan.
Menurutnya, transparansi terkait tarif listrik sangat penting. Ia mendesak PLN dan pemerintah untuk membuka mekanisme subsidi secara gamblang—mulai dari syarat, durasi, hingga penyesuaian tarif yang terjadi setelahnya.
“Klaim bahwa kenaikan tagihan akibat konsumsi lebih tinggi perlu dibuktikan dengan data. Banyak warga merasa pola pemakaian listrik mereka tidak berubah, bahkan tergolong rendah,” tambah Mufti.
Ia juga meminta PLN menyediakan layanan audit konsumsi yang dapat diakses publik tanpa biaya tambahan, demi menjawab keraguan pelanggan dan memperkuat kepercayaan masyarakat.
Tak hanya soal tarif listrik, Mufti turut menyoroti efektivitas aplikasi PLN Mobile. Menurutnya, digitalisasi belum berjalan optimal karena masih banyak pelanggan yang belum memahami cara memantau pemakaian listrik melalui aplikasi tersebut.
“Literasi digital harus berjalan seiring dengan digitalisasi layanan,” tegasnya.
Mufti pun mendorong Kementerian ESDM untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak pencabutan diskon listrik dan memastikan bahwa informasi publik disampaikan secara konsisten dan mudah dipahami.
“Negara harus hadir secara utuh, bukan hanya lewat subsidi jangka pendek, tapi dengan kebijakan energi yang adil, berkelanjutan, dan pro rakyat,” pungkasnya. (*)