Oleh: Sigit Nugroho
Pemimpin Redaksi fin.co.id
Seperti menari dalam bayang-bayang, ada upaya senyap yang tengah bergulir untuk melucuti kekuatan Kejaksaan Agung. Lembaga yang selama ini menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, kini justru terancam kehilangan taringnya. Sejumlah peristiwa yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir mengindikasikan adanya skenario sistematis untuk melemahkan institusi ini.
Draf revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang beredar memicu polemik. Pasalnya, dalam rancangan ini, kewenangan Kejaksaan dalam menyidik kasus tindak pidana korupsi (tipikor) di hapus. Ini bukan sekadar revisi teknis hukum, melainkan pukulan telak bagi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, SH, MH, dengan tegas menyoroti hal ini, mempertanyakan agenda tersembunyi di balik penghapusan peran krusial Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi kelas kakap.
Menghilangkan kewenangan Kejaksaan dalam menyidik korupsi sama saja dengan mencabut gigi singa dan membiarkannya kelaparan di tengah hutan. Kejaksaan bukan sekadar penuntut, tetapi juga memiliki peran vital dalam membongkar kejahatan luar biasa ini. Jika revisi ini lolos, maka ruang bagi koruptor untuk melenggang bebas akan semakin terbuka lebar.
“Jika dalam RUU KUHAP kewenangan penyidikan tipikor bukan lagi ranah Kejaksaan, ada agenda apa di balik ini? Sementara di sisi lain, Kejaksaan Agung justru sedang gencar menangani kasus-kasus besar atau ‘Big Fish’,” ujar Pujiyono kepada wartawan, Minggu, 16 Maret 2025.
Paralel dengan itu, indikasi pelemahan Kejaksaan juga terlihat dari upaya kriminalisasi terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Beberapa peristiwa yang menimpanya, mulai dari dugaan penguntitan oleh anggota Densus 88 hingga pelaporan ke KPK, mengundang tanda tanya besar. Mengapa berbagai serangan ini terjadi ketika Kejaksaan tengah mengusut kasus-kasus korupsi besar? Bukankah ini modus lama yang terus berulang—serangan balik dari para mafia hukum yang merasa terancam?
Fenomena serangan balik terhadap Kejaksaan bukanlah hal baru. Setiap kali institusi ini menyingkap kasus besar, selalu ada skenario pembusukan yang di jalankan dengan rapi. Isu-isu lama kembali di mainkan, karakter jaksa di jatuhkan, dan institusi Kejaksaan di paksa masuk dalam pusaran konflik. Upaya adu domba antarpenegak hukum pun makin nyata, seolah ingin menampilkan bahwa KPK dan Kejaksaan adalah dua entitas yang berseberangan, padahal keduanya seharusnya bersinergi dalam perang melawan korupsi.
Di tengah hiruk-pikuk ini, publik perlu bersuara. DPR sebagai pemegang kuasa legislasi tidak boleh membiarkan agenda pelemahan ini berjalan tanpa perlawanan. Masyarakat harus mengawal revisi RUU KUHAP dan memastikan bahwa Kejaksaan tetap memiliki kewenangan penuh dalam menyidik kasus korupsi. Jika tidak, maka kita sedang menyaksikan sandiwara kelam di mana hukum di permainkan demi kepentingan segelintir orang.
Kita tidak boleh lupa bahwa korupsi adalah kejahatan yang telah merampas hak rakyat. Maka, siapa pun yang berusaha melemahkan Kejaksaan, sejatinya sedang membuka gerbang impunitas bagi para koruptor. Pertanyaannya kini, apakah kita akan diam dan membiarkan ini terjadi, atau kita akan berdiri di garis depan untuk mempertahankan integritas penegakan hukum di negeri ini? (Sigit Nugroho)