finnews.id – Australia overhaul UU lingkungan Australia setelah drama politik panjang, dan perubahan ini menarik perhatian dunia karena menyentuh isu sensitif seperti deforestasi, batu bara, gas, dan perlindungan satwa. Banyak pihak mengikuti proses perombakan UU karena reformasi ini pertama kali dilakukan setelah puluhan tahun. Selain itu, pemerintah mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan, meskipun kritik tetap muncul dari kelompok lingkungan.
Latar Belakang Reformasi dan Negosiasi Politik
Untuk memahami overhaul UU lingkungan Australia, kita perlu melihat konteks politiknya. Pemerintah Partai Buruh di bawah PM Anthony Albanese akhirnya mencapai kesepakatan dengan Partai Hijau. Kesepakatan ini terjadi setelah negosiasi panjang dengan oposisi gagal. Setelah itu, perubahan kebijakan pun semakin cepat dibahas karena parlemen mendekati masa penutupan sidang tahun ini.
Namun, perdebatan tidak berakhir di situ. Oposisi yang dipimpin Sussan Ley menilai kesepakatan ini “kotor” karena dianggap mengancam lapangan kerja sektor kehutanan dan industri. Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa bisnis akan tetap bergerak, namun dengan standar lingkungan yang lebih bertanggung jawab.
Perubahan Utama dalam Regulasi Lingkungan
Overhaul UU lingkungan Australia mencakup pembentukan regulator lingkungan independen pertama dalam sejarah negara tersebut. Selain itu, aturan baru menetapkan standar nasional untuk perlindungan satwa langka, habitat penting, hingga penggunaan air dalam proyek energi.
Kemudian, pemerintah juga membatasi akselerasi proyek batu bara dan gas baru. Walaupun masih diizinkan, perusahaan harus melaporkan rencana emisi dan peta jalan menuju target nol emisi 2050.
Selain itu, reformasi ini menghapus pengecualian untuk pembukaan lahan berisiko tinggi yang sebelumnya sering memicu deforestasi.
Dukungan dan Kritik dari Berbagai Pihak
Sementara pemerintah menyebut overhaul UU lingkungan Australia sebagai “kemenangan untuk alam dan ekonomi”, Partai Hijau tetap mengkritik sebagian isi undang-undang tersebut. Mereka menilai reformasi gagal memasukkan mekanisme yang bisa langsung menghentikan proyek bahan bakar fosil berdasarkan emisi karbon.
Di sisi lain, organisasi lingkungan seperti Climate Council memberi respons campuran. Mereka merasa peraturan baru membawa beberapa kemajuan, terutama soal perlindungan hutan asli. Namun, kelompok ini tetap memperingatkan bahwa proyek batu bara dan gas yang masih berjalan akan memperburuk krisis iklim di masa depan.