finnews.id – Format baru Piala Dunia mulai mencuri perhatian karena FIFA menerapkan sistem seeding yang sangat mirip dengan pola turnamen tenis Grand Slam. Format baru Piala Dunia memicu pertanyaan karena FIFA membagi empat tim teratas di ranking dunia ke dalam jalur berbeda. Format baru Piala Dunia langsung menarik sorotan ketika keempat favorit utama — Spanyol, Argentina, Prancis, dan Inggris — terlihat mendapat jalur lebih ringan menuju semifinal. Banyak pengamat menilai format baru Piala Dunia ini bukan sekadar perubahan teknis, namun strategi kompetitif yang dapat mengubah dinamika turnamen global terbesar dalam olahraga.
Mengapa FIFA Mengubah Struktur Kompetisi?
FIFA mengubah format karena mereka ingin menciptakan kompetisi yang lebih seimbang secara ranking. Mereka menempatkan tiga negara tuan rumah (Amerika Serikat, Meksiko, Kanada) di pot pertama bersama negara dengan ranking tinggi. FIFA percaya pendekatan ini meningkatkan prediktabilitas pertandingan besar agar terjadi pada fase akhir turnamen, bukan pada awal.
Selain itu, FIFA memanfaatkan pendekatan tenis karena turnamen tenis selalu memisahkan petenis ranking satu hingga empat agar mereka tidak bertemu sebelum semifinal. FIFA membawa logika serupa ke sepak bola karena pertandingan besar selalu menghasilkan rating penonton tinggi, sponsor lebih agresif, dan dampak ekonomi lebih besar untuk penyiaran global.
Bagaimana Format Baru Bekerja?
Turnamen berisi 48 tim dengan struktur 12 grup. Setiap grup terdiri dari empat negara. Dua tim teratas serta beberapa peringkat ketiga terbaik melaju ke fase gugur. Pembagian pot berdasarkan ranking memastikan setiap grup berisi kombinasi kekuatan berbeda.
Selain struktur grup, mekanisme bracket menciptakan jalur. Jika Spanyol, Argentina, Prancis, dan Inggris memimpin grup masing-masing, mereka tidak bertemu sebelum semifinal. Artinya, publik bisa menyaksikan duel final ideal antara ranking satu dan ranking dua dunia jika keduanya tampil konsisten.
Dampak untuk Negara Non-Favorit
Perubahan ini menciptakan tantangan baru bagi negara peringkat menengah dan rendah. Mereka tidak hanya menghadapi tekanan performa, namun juga kemungkinan harus melalui tim kuat lebih cepat di fase gugur. Selain itu, negara kualifikasi playoff seperti Skotlandia, Wales, Irlandia Utara atau negara Asia dan Afrika tertentu mungkin merasa format tersebut mengurangi kejutan khas turnamen.
Beberapa analis sepak bola menilai format baru ini meningkatkan “jurang kompetitif”. Negara besar mendapat proteksi jalur sehingga mereka lebih aman. Namun negara non-favorit kehilangan probabilitas menciptakan kisah Cinderella seperti Korea Selatan 2002 atau Maroko 2022.