Finnews.id – Hingga Oktober 2025, realisasi cukai rokok telah menembus angka Rp 176,5 triliun. Tumbuh 5,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini setara dengan 76,7% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025.
“Realisasi CHT yang mencapai Rp 176,5 triliun di Oktober atau 76,7% dari APBN tumbuh 5,7%,” papar Dirjen Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin, 24 November 2025.
Yang menarik, pertumbuhan penerimaan cukai ini justru terjadi di tengah kontraksi produksi rokok secara nasional.
Data yang ditampilkan Djaka menunjukkan, total produksi rokok hingga akhir Oktober 2025 hanya mencapai 258,4 miliar batang, atau turun 2,8% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 265,9 miliar batang.
Penurunan produksi ini paling tajam terjadi pada rokok golongan 1 yang hanya mencapai 125,7 miliar batang.
Merosot signifikan sebesar 9,4% dari tahun sebelumnya yang 138,7 miliar batang. Sementara itu, rokok golongan 2 justru naik 3,2% menjadi 76,5 miliar batang. Sedangkan golongan 3 naik 6% menjadi 56,2 miliar batang.
Lantas, bagaimana mungkin penerimaan cukai bisa tumbuh ketika volume produksi justru menurun?
Industri Rokok Domestik Alami Penurunan
Djaka Budhi Utama menjelaskan fenomena ini disebabkan oleh kebijakan normalisasi penundaan pelunasan pita cukai.
“Jika pengaruh kebijakan penundaan pelunasan pita cukai dihilangkan, penerimaan cukai hasil tembakau terkontraksi sebesar 2,3%. Hal ini sejalan dengan penurunan produksi sebesar 2,8% terutama dari rokok golongan 1 yang turun 9,4%,” terang Djaka.
Kebijakan ini mengembalikan jangka waktu penundaan pelunasan dari 3 bulan pada 2024 kembali menjadi 2 bulan pada 2025.
Perubahan inilah yang memberikan dorongan signifikan terhadap realisasi penerimaan negara dari sektor cukai rokok, menutupi fakta bahwa secara fundamental, industri rokok domestik justru mengalami penurunan produksi.
Data Ini Ungkap Beberapa Tren Penting:
- Penurunan Drastis Rokok Golongan 1: Konsumen mungkin beralih ke golongan yang lebih terjangkau akibat tekanan ekonomi atau perubahan preferensi.
- Efektivitas Kebijakan Fiskal: Kebijakan normalisasi penundaan terbukti mampu mendongkrak penerimaan negara dalam jangka pendek.
- Sinyal Perlambatan Industri: Kontraksi produksi mengindikasikan tantangan yang dihadapi industri rokok secara keseluruhan.
Pencapaian Rp 176,5 triliun ini menjadi bukti kompleksitas pengelolaan cukai rokok, di mana target penerimaan negara harus seimbang dengan dinamika industri dan kesehatan masyarakat.
- analisis kontraksi cukai rokok tanpa kebijakan penundaan
- Bea Cukai kinerja 2025
- cukai rokok 2025
- CUKAI ROKOK CETAK REKOR GILA
- dampak normalisasi penundaan cukai terhadap penerimaan perbandingan produksi rokok golongan 1 2 3
- penyebab penurunan produksi rokok 2025
- produksi rokok turun
- realisasi cukai rokok
- target cukai rokok dalam APBN 2025