Home 360° Kisah Patah Hati Tineke Tersimpan di Ullen Sentalu
360°

Kisah Patah Hati Tineke Tersimpan di Ullen Sentalu

Bagikan
Museum Ullen Sentalu
Bilik Syair Tineke, ruang dingin Ullen Sentalu yang menyimpan curahan hati Ratu Mas Kanjeng Ratu Ayu Retno Satuti garwo padmi Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Foto: Dok.Ullen Sentalu/Instagram/Tangkapan Layar
Bagikan

Alasan utama penolakannya terhadap lamaran tokoh-tokoh besar tersebut adalah karena ia menentang praktik poligami.

Meskipun Soekarno tertarik padanya dan sering mengirim surat, Gusti Nurul menolak karena Soekarno sudah beristri dan ia tidak ingin dimadu.

Begitu pula terhadap Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ia juga menolak pinangan Sultan Yogyakarta, salah satunya karena alasan yang sama, yaitu tidak ingin menjadi bagian dari poligami yang umum di kalangan bangsawan saat itu.

Kisahnya melambangkan perjuangan cinta sejati melawan kepentingan politik dan kekuasaan. Gusti Nurul memilih untuk menikah dengan seorang perwira militer R.M. Soejarso Soerjosoejarso murni atas dasar cinta dan pilihannya sendiri, bukan karena status atau titah Keraton.

Tindakan ini merupakan “pemberontakan” halus yang menunjukkan kemanusiaan di balik kebangsawanan.

Kisah-kisah ini cukup menarik buatku, betapa budaya poligami di kerajaan sebenarnya telah mendapatkan penolakan keras dari kalangan putri keraton saat itu.

Setelah sejenak hanyut oleh kisah-kisah puteri keraton, kini kaki melangkah menuju Ruang Seni Tari dan Gamelan. Di ruangan ini, koleksi busana tari klasik dan perangkat gamelan dipamerkan. Alat-alat musik tradisional merupakan hibah dari Kasultanan Yogyakarta tersebut dihormati sebagai simbol kesenian yang harus terus dilestarikan.

Ruang Seni Tari dan Gamelan Museum Ullen Sentalu

Setelah hampir dua jam terhanyut dalam kisah Mataram, perjalanan tur berakhir. Pemandu mengucapkan salam perpisahan, dan aku merasa pengetahuan tentang Jawa sedikit bertambah.

Aku berjalan menuju bangunan kolonial di kompleks museum, Restoran Beukenhof. Bangunan ini adalah peninggalan Belanda yang dipertahankan keasliannya, dengan suasana yang elegan dan tenang.

Beukenhof (Hutan Beech) menyajikan menu Eropa/Belanda klasik yang berbeda dengan makanan khas Jogja. Aku memesan Cheesy Kroketten dan secangkir teh panas.

Duduk di kursi kayu tua dengan pemandangan taman yang rimbun, aku merefleksikan semua cerita yang baru kudengar. Beukenhof berfungsi sebagai jembatan yang membawa aku kembali dari masa lalu bangsawan Mataram ke realitas masa kini, tetapi dengan hati yang lebih kaya.

Bagikan
Artikel Terkait
Surga Seafood
360°

Surga Seafood

Sensasi Pedas: Cumi Balado dan Kelapa Muda Cumi Balado, seharga Rp 70an...

360°

Biliar Jon.Jon di Palmerah: Tempat Nongkrong Favorit Pecinta Biliar

Spesial di malam minggu, atau hari sabtu sering diadakan fun match dengan...

360°

Operasi Katarak

Operasi Katarak di Netra Bandung Klinik Netra Bandung menjalankan operasi katarak dengan...

Masjid Sejuta Pemuda
360°

Menikmati Jamuan Dunia dan Akhirat Bersama Kaum Muda di Masjid Sejuta Pemuda

Sambil Nyruput Kopi di kafe sambil mendengarkan alunan musik sudah biasa. Tapi...